Wednesday, July 29, 2020

YOU VS YOUR TOXIC FRIENDS



Everyone deserves to be surrounded by fun, positive and upbeat people in their life. Sayangnya, kita nggak bisa memungkiri adanya teman yang nyebelin, penjilat, datang kalo ada butuhnya doang, backstabber, dst. Intinya, berteman sama mereka cuma bakalan bikin tekanan darah kalian naik. 

But, we can't deny that all of those negative people have helped you to grow and develop as an individual. So, instead of putting yourself in that self-pity cycle of always like complaining and crying about how those people hurt your feelings, you should better keep reading this article till the end.

Gue punya temen-temen dengan tipe di awal paragraf? Hell yes! And now, I’ll let you know how to respond to those kind of people. Gak semuanya, tapi beberapa aja yang kira-kira berpotensi buat jadi ‘racun’ dalam pergaulan kalian.

#1 The Negative Competitor



Orang tipe ini, gak pandang bulu, semua orang bisa dia anggap sebagai rival. Their life is all about competition. They are always eager to compete on everything no matter how big or small it is. Emang orang tipe ini biasanya punya semangat yang meluap-luap, dan ambisius. Tapi, kalian juga perlu jeli ngeliat temen dengan tipe ini. Untuk mencapai ambisinya dia main bersih apa main kotor. Udah gitu dia tipe orang yang ambisinya cukup masuk akal, nggak penting, atau malah mendekati sarap?

Contoh ambisi yang masuk akal itu, kalo dia ngeliat kalian mencapai sesuatu yang positif, juara olimpiade sains misalnya, lalu dia terpacu semangatnya untuk belajar biar bisa lebih jago. Contoh lain, kalian kerja dengan posisi yang bagus, dia termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya di kantor supaya naik gaji atau naik jabatan. It’s OK, wajar. Tapi kalo dia berusaha naik jabatan dengan menjilat atasan alias kissing ass, itu udah mulai gak wajar.

Yang udah mulai gak penting itu, kalo si competitor ini nggak bisa ngukur kemampuannya sendiri sampe harus memenuhi ambisinya dan memenangkan ‘pertarungan tak kasat mata’ yang bikin kalian bereaksi “haelah, penting ya?”

Kenapa gue bilang orang tipe ini berbahaya, karena secara halus dia juga memberikan atmosfir persaingan di antara kalian dan dia. Tanpa sadar kalian merasa punya kewajiban untuk membuat dia kalah. Di tahap ini, kalau nggak hati-hati, semua yang kalian lakukan dalam hidup bukan lagi berdasarkan alasan “ya, gue melakukan ini karena gue mau/ gue melakukan ini demi cita-cita gue/gue melakukan ini untuk kebaikan gue sendiri.” No! Alasan kalian bergeser menjadi: "Tidak mau kalah dari dia dan berusaha membuat dia tersiksa cemburu karena kalian tampak lebih hebat dari berbagai hal." Yang dikhawatirkan adalah, mulai dari sini kalian mulai nggak fokus sama goal utama yang kalian cita-citakan.

Jangan dikira gue ga punya temen kaya begitu. Salah satu temen gue adalah public enemy number ONE. Kompetitif banget orangnya, ambisius dan eng ing eeeeng… Penjilat.

And how do I respond to her?
I ignore her and talk less to her about my personal life, and about what I am planning to. Bukannya gue takut disaingin. Tapi karena gue tahu, orang ambisius yang juga penjilat kaya dia dalam bersaing, opsi paling kotor untuk dimainkan adalah prinsip: kalo nggak bisa melampaui rival, jegal saja rivalmu, dia jatuh, kau tetap berdiri dan menang. Salah satu temen gue sebut saja Kartiyem, udah pernah jadi korban. Gue jadi saksi hidup waktu si negative competitor ini badmouthing Kartiyem habis-habisan di depan dosen pada saat Kartiyem gak masuk kuliah. WTF.

Jauhi deh, makhluk hidup kayak gini. Kalo dia adalah orang yang suka bersaing sehat, persaingan kalian bakalan membawa efek yang positif: menjadi yang terbaik dan terus berkembang. Nah kalo dia tipe competitor yang negatif, gak penting dan suka main curang, mending nggak usah terlalu deket sama dia. 

#2 The Messenger 

Ini adalah tipe orang yang isi omongannya bermodalkan “katanya”, entah bener atau salah, pokoknya dia tipikal penyampai pesan/penyebar info yang negative, pake bumbu sana sini, pake drama pula. Biasanya yang dia sebar adalah gosip. 



Orang kayak gini, biasanya suka kepo banget sama urusan orang lain dan kelakuannya mirip kayak cicak putih alias mata-mata. Dia menginterpretasi tiap adegan yang dia lihat berdasarkan prinsip “kayaknya/kelihatannya”, kupingnya bisa sangat sensitif sama apa yang dia dengar, otaknya udah terlatih untuh menyaring dan merekam. Itu mulutnya bisa dengan lihai memutar kembali apa yang dia dengar dan lihat, biar obrolan makin asik, dia tambahlah dengan beberapa penyedap.

Kalian sendiri pada punya pengalaman masing-masing sama si biang rumpik dalam kehidupan kalian kan? Dan pasti pernah mendengar berita yang dituturkan oleh si messenger yang mana tidak sesuai fakta setelah di konfirmasi kebenarannya. Gimana sesuai fakta kalo berita yang keluar dari mulut messenger satu dengan messenger lainnya udah mengalami modifikasi?! Bayangkan kalo disekeliling kalian ada beberapa orang dengan tipe messenger.

Seriously, you don’t need to be deeply involved in their conversations. You’ll just waste your priceless time. Bahkan, salah-salah komentar, kalimat yang sebenernya nggak punya maksud apa-apa, bisa jadi bahan pemoles berita.

Gue punya temen tipe messenger?
Of course. Tapi intinya, gue nggak mau ikut-ikutan nambahin info. Jadi, gue biasanya pura-pura autis sama HP atau dengerin doang sambil manggut-manggut dan merhatiin ekspresi si messenger menyampaikan ‘pesan’. Biar aman, mending kalian alihkan pembicaraan.

#3 The Debbie Downer

Orang kayak gini idupnya suram terus, no matter how bright the sun shines that day, they always find a way to turn everything negative. Ada aja yang dia keluhkan dan dia selalu melihat sesuatu dari sisi negatifnya seolah-olah dunia ini nggak ada bagus-bagusnya buat ditinggali. 


The Debbie Downer ini sebenernya sikapnya dekat dengan Drama Queen, bedanya drama yang ditampilkan oleh Debbie Downer adalah hal-hal yang berbau pesimisme, kesuraman, dan kepedihan hidup. Bahkan, hal-hal yang sebenernya nggak susah dan nggak perlu dikhawatirkan, bisa jadi sangat menyiksa dia. Lalu dia sebarkan kesuraman hidupnya lewat curhat-curhat tak bermutu dan pointless.

Belum lagi pandangan-pandangan pesimisnya terhadap lingkungan sekitar atau tanggapan pesimis terhadap hidupnya sendiri dan apa yang dilakukan orang lain, termasuk kalian. Kalian berencana melakukan sesuatu, tapi dia terus mengomentari dan menanggapinya dengan negatif. Alih-alih menyemangati dan mendukung, ini orang malah membahas kemungkinan kalian gagal, kalau gagal nanti bakal diketawain orang, dan semacamnya. Malah bikin down sebelum mencoba kan?! 

Why should you get rid The Debbie Downer out of your circle?

Ada dua alasan kenapa lo mending nggak temenan sama Debbie Downer. 
Pertama, selain ngeselin, dia juga bisa bikin kalian down dengan komentarnya yang pesimis terhadap apa yang kalian lakukan atau rencanakan. 
Kedua, karena Debbie Downer menular. Dalam buku 'Three Simple Steps: A Map to Success in Business and Life', Trevor Blake merujuk studi yang dilakukan oleh profesor dan ahli kejiwaan dari Stanford University, Robert Sapolsky, menyatakan bahwa 30 menit berada dalam situasi atau komentar negatif dan keluhan negatif bisa mengikis neuron pada hippocampus, yang mana itu adalah bagian otak yang berperan dalam memecahkan masalah. Gue ulang lagi, the problem solving part of the brain. Jadi dengerin para Debbie Downer ngoceh tentang hal-hal negatif dan pesimistis bisa mengurangi kemampuan kalian untuk memecahkan masalah, and guess what? IT PUTS YOU AT RISK OF ACTING THE SAME WAY.

How to deal with The Debbie Downer?

Kasih tau dia kalo kalian nggak punya waktu untuk keluhan seremeh itu atau keluhan yang berulang-ulang, lalu nasehati dia bahwa mengeluh nggak akan bikin semua masalah selesai.

Untuk menghindari terjebak berteman dengan The Debbie Downer yang lain, kalian musti selektif dan cermat melihat gelagat orang yang baru dikenal. Just don't get trapped listening to this negative people in the first place. Kalo dia udah mengeluh-ngeluh jijay, coba alihkan pembicaraan sesopan mungkin. Jangan sampe The Debbie Downer curhat hingga beberapa kali, karena sekalinya mereka merasa didengarkan, they’ll come to you again and again next time.

#4 The Judge

Tukang menghakimi orang lain dari berbagai segi, ditambah protes, kritik, kadang pakai bonus memberikan label pada orang lain. They are constantly picking apart somene else’s life. They can tell you what someone is doing wrong, how many sinfull things someone has done in their life, tapi nggak pernah sadar kesalahan dia sendiri. Hahahaha. Emang bener ya, gajah di pelupuk mata tak tampak, cewek cakep di kecamatan sebelah tampak #lah

Kerjaannya menilai dan mengkritik terus udah kayak juri. Mending juri ngasih saran supaya kalian bisa lebih baik, lah dia? Your judgemental friend is just trying to lower your value and bring you down. Kenapa mereka begitu? Karena mereka sendiri enggak puas dengan kehidupan mereka dari beberapa segi dan apa yang mereka inginkkan justru ada pada kalian.



Ignore them! Orang kayak begini cuma berusaha bikin kalian berpikir kalo kalian punya banyak kekurangan dan selalu melakukan banyak kesalahan sehingga mereka merasa lebih baik daripada kalian. People who criticize others to this degree are often trying to shift focus from their own issues and behavior by consuming themselves with the life choices of others. Just don't take it personally, because they likely say about their own insecurities and values.

#5 The Ghost

Ini tipe orang yang nggak tau terima kasih. Pas kalian butuh dia, dia menghilang dan nggak mau peduli, tapi justru muncul atau menghubungi kalian terus kalo ada butuhnya aja. Hahahaha, dan orang kaya begini kaya makhluk halus ya?! Kalian pasti maki-maki orang jenis ini dengan umpatan, “SETAN!!!”

#6 Sudden Deaf & The Terrible Listener

Everybody loves to be heard but people are rarely good at listening.



Sayangnya ada orang yang begitu kurang ajar mengabaikan temannya yang lagi ngomong dengan mendadak autis sama HP atau sama hal lain. And you keep talking like they keep listening, but actually they don’t. They don’t even care that you’re talking and they have no idea what you’re talking about. Berasa ngomong sama angin, kan?!

Nah si budeg dadakan ini sama ngeselinnya dengan si penyela pembicaraan. Si Penyela bisa jadi antiklimaks di tengah-tengah kalimat kalian yang belom tuntas. They like interrupting you constantly or stop listening before you finish your statement. Hal ini pada akhirnya bikin kalian nggak mood meneruskan percakapan.



Cara mengatasi kedua tipe manusia ini:

Do:
1. Bilang ke dia, “Tolong dong, dengerin! Gue lagi ngomong sama lo.”
2. Bilang, “Jangan dipotong dulu ya, gue belum selesai. Ini penting.”
3. Bilang dan jelaskan kalo lo pengen menjelaskan sesuatu dengan lebih baik tanpa diinterupsi.

Don’t:
1. Jangan mengungkit betapa seringnya dia memotong atau menyela pembicaraan.
2. Jangan menyatakan betapa nyebelinnya dia karena selalu memotong pembicaraan lo.
3. Hindari kalimat-kalimat yang ngajak berantem ini: “Tau nggak sih, gue capek ngomong kalo lo potong terus.”, “Lo nggak pernah dengerin gue tapi selalu pengen didengerin.”, “Lo tuh selalu motong di tengah-tengah kaya palang pintu kereta.” dan sebangsanya. Jangan, ini memicu kalian berantem.

Kalo interupsi terus berlanjut dan dia nggak berusaha menghilangkan kebiasaan buruknya?
Jangan terpancing marah-marah. Santai aja. Dia memang bukan partner yang baik untuk berbagi.

#7 The Expert of Playing Victim

"Individuals who habitually indulge in self-victimisation (also known as playing the victim) do so for various reasons: to control or influence other people’s thoughts, feelings and actions; to justify their abuse of others; to seek attention; or, as a way of coping with situations. Although they can actually change circumstances to avoid being victimised, they won’t seize the opportunity because they want to play the role and appear as victims to others and themselves." 
Dari definisi di atas, udah ada gambaran? Ya, dia ini tipe orang yang entah kenapa suka menikmati perannya sebagai korban yang diintimidasi orang lain. Biasanya dia suka acting berduka, tertekan, tersakiti, lalu curhat. Dengan begitu orang lain akan merasa berempati padanya, ngerasa kasian dan mulai mendukung atau berpihak pada dia. Orang-orang tipe ini biasanya cuma KURANG PERHATIAN. 

Ini adalah tipe orang yang berpotensi untuk mengadu domba atau bikin orang lain nggak suka sama pihak yang dituduh udah menyakiti dia. Bahkan hal-hal remeh yang bikin dia tersinggung bisa menjelma menjadi hal besar yang parah sementara itu dia siap bermain drama. Yang dikhawatirkan adalah kata-katanya yang berlebihan bisa jadi fitnah. Orang kayak gini biasanya suka menggalang dukungan dari orang lain yang enggak tau apa-apa dan ngemis simpati orang. Hal yang lebih mengerikan adalah ketika kalian tanpa sadar ikut dilibatkan dalam drama tragedi yang mereka bikin sendiri.

Kalian punya temen kaya begini?
Tinggalin! 

You have to let them go if they are leeching onto you, pulling you down, or always stirring up on trouble cause they can be your biggest downfall. This is definitely not a healthy relationship and you just can’t be there all the time for them. If you keep living in this negative relation environment, then this is robbing you of your potential and it is basically making you miserable cause they are just feeding you with negativity, pessimism, anger, constantly. Don't let anyone suck the energy out of your life. Period.


Monday, July 20, 2020

SALAH KAPRAH TA’ARUF MASA KINI




Ciyyyeee Ta’aruf...
Oke, kalem dulu. Pasti kalian udah nggak asing lagi dengan kata Ta’aruf. Apalagi baru-baru ini ada selebriti Indonesia yang tau-tau nikah di usia muda dan ngakunya ta’aruf buat menghindari zina. Iya, mereka bilang, baru kenal dua bulan dan enggak pacaran.

Eits, tunggu!
Apakah ta’aruf sesederhana itu? Enggak pacaran? Langsung tembak, ngajak kawin?
Sayangnya, taa’ruf itu BUKAN ASAL kenal, liat muka; cakep, atau ancur, atau bikin sawan, trus ngobrol bentar baik langsung atau chatting di instant messenger, tau-tau ngajak kawin. Nggak sesederhana itu, Juminten.

Jujur, gue bukan fans dan gue bukan hater dari pasangan muda yang sekarang jadi bahan hujatan orang-orang karena pemahaman mereka yang SALAH KAPRAH tentang ta’aruf. Gue nggak kenal mereka kok, soalnya mereka nggak punya nama yang cukup besar di jagad hiburan. Sampe gue browsing dulu buat nyari tau siapa mereka yang jadi omongan di dunia maya.

FYI, gue bukan orang suci, bukan penceramah, bukan keturunan ustadz atau ustadzah apalagi habib, bukan juga ahli tafsir. Tapi kalo ada kesalahkaprahan di depan mata, gue merasa punya kewajiban buat ikut meluruskan sebelum kesalahkaprahan ini jadi hal yang diidolakan/diagung-agungkan masyarakat awam. Jadi sebelum kalian, remaja bucin, menyanjung mereka dengan sebutan “perfect couple”, “couple goal banget sih!”, “Subhanallah, Islami banget mereka!” dan blablabla, mending kita telaah lagi makna dan aturan ta’aruf.

Kalian yang muslim pasti udah tau kalo kata ta’aruf itu asalnya dari bahasa Arab: “ta’arafa” atau “yata’arafu” yang artinya saling mengenal. Ini dilakukan oleh laki-laki dan perempuan buat mengenal satu sama lain sebelum lanjut ke jenjang pernikahan.

“Kaya pacaran?”
Beda. Kalo pacaran kan biasanya lebih santai, bisa saling kontak langsung, ketemuan, kasih kejutan, kasih mawar atau kembang kuburan, ngobrol, nongkrong bareng di cafe atau pos hansip, dan sebagainya. Tapi pacaran dikhawatirkan akan memicu maksiat.

“Kalau ta’aruf?”
Ta’aruf dilakukan dengan tetap memperhatikan aturan agama Islam. Harus didampingi oleh pihak ketiga yang bisa menjadi penghubung atau perantara berkomunikasi dan memastikan agar syariat Islam tetap dijaga selama proses ta’aruf. Jadi kalian yang ta’aruf nggak bisa jalan berduaan sambil pandang-pandangan menikmati rasanya jatuh cinta sama orang cakep. Sekali lagi, nggak boleh.

“Jadi nggak boleh ya teleponan atau chattingan?”
Jangan. Itu jatohnya bakalan bablas jadi pacaran tanpa status. Kalian cuma membohongi diri sendiri dengan konsep pedekate Islami. Padahal, dalam Islam konsep pendekatan model kaya gitu itu nggak ada.

“Trus gimana caranya mengenal pasangan yang mau dinikahi kalo kontak langsung enggak boleh?”
Nah, itulah peran orang ketiga sebagai perantara. Selain itu, catat ini kalau mau ta’aruf:

1.     Buat tulisan tentang diri sendiri mencakup ciri-ciri fisik, kepribadian, riwayat pendidikan, pekerjaan, acuan akidah atau mahdzab yang dianut, hobi juga boleh ditulis sekalian, trus tulis juga visi misi menikah.

Eits, jangan lupa buat cerita tentang background keluarga, bisa mulai dari orang tua, sodara, dll. Boleh juga kok, kalian menulis tentang apa yang kalian inginkan dari pasangan, misal: ngga mau yang ngerokok, nggak mau sama yang hobby dandan menor, suka yang pribadinya seperti apa, pengetahuan agama, jenjang pendidikan, penampilan fisik kaya gimana, atau bahkan kelas ekonominya.

2.    Kalo kalian belum punya sasaran buat diajakin ta’aruf, jangan bingung. Kalian bisa minta rekomendasi teman, orang tua, guru/dosen, guru ngaji, saudara, dll.

3.    Udah ada sasaran biat diajakin ta’aruf? Datangi orang terdekatnya seperti sahabatnya, sodaranya, bisa juga langsung ngomong ke bapak atau ibunya, sampaikan tulisan yang udah lu bikin. Ntar biar calon pasangan lu baca biodata yang udah lu tulis, dan sebaliknya lu minta biodata dia. Jadi, kalian bisa punya gambaran tentang calon pasangan. Kalo ada hal lain yang mau ditanyakan tentang calon, hubungi orang terdekatnya: orang tua, sahabat, sodaranya, atau guru ngaji dia. JANGAN NYELONONG HUBUNGIN DIA LANGSUNG! Apalagi ngajak ngobrol sambil lari pagi. Itu pedekate namanya!

4.    Setelah ngerasa cocok dan pengen nikahin dia, kalian bisa melakukan nadzar. Nadzar itu ngeliat calon pasangan. Itu bisa dilakukan di rumah calon mempelai perempuan dan HARUS didampingi pihak ketiga. Di tahap ini kalian udah bisa nanya lebih jauh tentang kehidupan yang akan dijalani selama berumah tangga. Contohnya: istri boleh kerja nggak? Suami kudu bantuin pekerjaan rumah tangga apa enggak? Ntar rencananya mau punya anak berapa? Dst.

5.    Baru deh, kalian khitbah atau melamar secara resmi. Apakah harus selalu pihak laki-laki yang melamar? Nggak juga. Wali yang menawarkan anak perempuannya juga boleh melamar calon suami, guys.  Tapi, kalo di Indonesia kebanyakan laki-laki ya yang ngelamar calonnya. Khitbah ini tujuannya buat silaturahmi dan lebih mengenal keluarga. Nggak perlu terlalu meriah sampe bikin pesta-pesta yang malah bikin boros. Nggak baik.

6.    Akad deh. Setelah semua persiapan matang, kalian bisa melakukan akad nikah dan jadi suami istri secara sah dalam agama Islam. Kalian BOLEH BERPESTA mengundang kerabat atau tetangga. Tapi, jangan kebablasan bikin pesta lebay dan mewah tanpa masker di musim pandemi karena PESTA BUKAN SYARAT SAH DAN BUKAN RUKUN PERNIKAHAN.  

Nah, sekarang kalian udah pada tau proses ta’aruf yang bener itu kayak gimana. Jadi, gue harap kalian gak sibuk mengelu-elukan dan mengidolakan para public figure yang menjalani ta’aruf dengan cara yang salah.

“Kalo iri bilang, Boss!”
Nah, fans fanatik biasanya nyeletuk kaya gini kalo ada pembahasan atau kritik terhadap ta’aruf yang salah kaprah. Buat apa iri sama pasangan yang belum paham syariat, Jum? Bukannya minta bimbingan pada ahli agama (kyai, ustadz, atau guru ngaji), tapi udah berani mempublikasikan hubungan “ta’aruf” ngawur dan mengekspos screen capture whatsapp yang saling mereka kirim ke ruang publik? Kalo boleh kasar, ini pembodohan pada masyarakat awam. Gue kuatir, ini bakalan dicontoh sama khalayak kalo nggak cepat-cepat diluruskan.

Sekedar sharing, ada juga kasus salah satu teman gue yang jadi sasaran seorang pemuda yang kemakan euforia para seleb "ta’aruf" ngawur. Temen gue dikejar terus lewat whatsapp. Trus sebelum seleb "ta’aruf" santer dihujat, kasus remaja pacaran berkedok ta’aruf udah banyak di Indonesia. Sampai ada forum ta’aruf di internet (gue lupa namanya) yang isinya cuma orang tukeran nomor HP, dan ga ada bedanya kaya tinder. Ngakunya nggak pacaran, jarang ketemuan, tapi teleponan dan tetap kontak di sosial media. Itu bukan ta’aruf, tapi sekedar LDR, Nyet!

Sekali lagi ya, Readers... Sekedar kenalan, tau nomor telepon, ketemuan dan ngasih bunga (pertemuan antara mempelai itu sangat diminimalisir dalam ta’aruf), ngajakin jogging bareng (bertemu langsung tanpa wali, atau orang yang membantu proses ta’aruf, itu penyimpangan ta’aruf), teleponan, atau chatting, eh ujung-ujungnya nanyain tipe suami/istri idaman, bilang kepengen 'memantaskan diri', blablabla (berkomunikasi tanpa perantara orang ketiga kaya gini aja, udah melanggar syari’at ta’aruf. No hard feeling, ini sih modus), trus ngajak kawin, NGGAK BISA disebut sebagai ta’aruf, guys.
Itu Cuma PERNIKAHAN DADAKAN.

Gue mau mengutip kalimat Wirda Mansur dalam menyikapi ta’aruf ngawur penuh hujatan ini:
“Sejujurnya gue nggak setuju dengan konsep ‘mantesin diri buat seseorang’, tar dianya kepedean, hehehe. Fokus perbaiki diri, nanti kalau kita baik, biar Allah yang mempertemukan dengan yang terbaik. Aamiin”

Capek gue nulis. Tapi kalo ngga ditulis malah jadi uneg-uneg.
Semoga ini bisa jadi pelajaran, guys. Public figure juga manusia, ada yang bisa dijadikan panutan, tapi kelakuan yang keliru harus kita waspadai, jangan sampai kita tiru. So, jangan malas membaca, jangan malas mencari referensi atas hal-hal yang belum kita pahami (terutama hal baru), dan jangan latah!

Ingat kata Wirda Mansur: Fokus perbaiki diri, nanti kalau kita baik, biar Allah yang mempertemukan dengan yang terbaik. Aamiin.

God bless you, guys!