Disusun oleh:
Rizki H. Valentine
Pascasarjana Kajian Wilayah Jepang
Universitas Indonesia
I. PENDAHULUAN
Berkumandangnya proklamasi kemerdekaan
di tanah air Indonesia pada 17 Agustus 1945 ternyata bukan merupakan akhir dari
hubungan Indonesia dan Jepang. Pasca pendudukannya di Indonesia, Jepang masih
tetap melancarkan kegiatan kerjasama dengan Indonesia yang sebenarnya sudah
dimulai sejak tahun 1920-an. Sejarah memang mencatat banyak sekali kerugian dan
duka akibat pendudukan Jepang di Indonesia namun hal itu tidak menghalangi
terjalinnya sejumlah kerjasama menguntungkan dalam berbagai bidang yang dilakukan kedua negara. Dengan potensi kekayaan
alam dan populasi penduduk yang besar, Indonesia merupakan negara sumber
pemasok bahan dasar industri sekaligus pangsa pasar produk Jepang. Sebaliknya,
Jepang sebagai negara dengan kepesatan laju teknologinya dapat menjadi acuan
bagi Indonesia dalam mengembangkan teknologi untuk mempercepat laju pembangunannya.
Sejak
masa orde lama hingga orde baru, Jepang dan Indonesia mulai menjajaki hubungan
kerja sama dan diplomasi yang diharapkan lebih baik dan dinamis. Pada masa
pemerintahan presiden Soekarno, fokus pemerintahan serta politik luar negeri
saat itu adalah untuk mencari pengakuan negara lain mengenai kemerdekaan negara
Indonesia, serta mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan juga menjunjung tinggi
sikap anti kolonialis dan juga anti imperialis serta menutup politik luar
negeri dari negara-negara barat. Politik luar negeri era Soekarno juga dikenal
dengan politik konfrontasinya seperti contohnya adalah konfrontasi mengenai
ganyang Malaysia.
Berbeda
pada era Soekarno, presiden Soeharto berfokus pada pembangunan ekonomi yang
sempat mengalami keterpurukan pada masa Soekarno serta membuka selebar-lebarnya
investasi asing yang akan masuk ke Indonesia dengan harapan bahwa hal tersebut
dapat menstabilkan kondisi ekonomi Indonesia dan juga menyokong perdagangan
bebas. Hal ini membuat Jepang menanamkan investasinya secara besar besaran dan
tidak ragu untuk memberi berbagai macam bantuan kepada Indonesia.
Lengsernya
Soeharto dari kursi kepemimpinannya menandakan bahwa era orde baru sudah
berakhir dan terjadi reformasi dalam pemerintahan. Pemerintahan yang otoriter
ala Soeharto berubah menjadi sistem pemerintahan yang demokratis yang
dijalankan oleh presiden-presiden sesudah Soeharto yaitu BJ Habibie, Abdurahman
Wahid, Megawati Soekarno Putri, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Joko Widodo.
Sebuah
kebijakan dan juga politik luar negeri yang diterapkan di suatu negara pastilah
dipengaruhi oleh isu-isu dan juga masalah-masalah yang sedang dihadapi dan
terjadi didalam sebuah negara tersebut. tiap-tiap isu dan masalah yang sedang
dihadapi didalam sebuah negara tersebut tentu saja akan membentuk politik luar
negerinya secara beragam.
Selain
dipengaruhi oleh isu-isu dan juga masalah-masalah yang sedang dialami oleh
negara tersebut, faktor adanya pergantian kepemimpinan oleh seorang penguasa
negara atau presiden juga ikut mengatur dan kemudian membentuk sebuah kebijakan
dan kerjasama luar negeri antarnegara. Kerjasama Indonesia dengan Jepang,
misalnya, kedua negara ini kian menunjukkan hubungan yang akrab dari waktu ke
waktu. Selain pada pergantian masa kepemimpinan presiden Indonesia seperti Ir.
Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati, Susilo Bambang
Yudhoyono dan kemudian Joko Widodo, perubahan corak politik luar negeri
Indonesia juga dipengaruhi oleh isu-isu yang berkembang dan juga dialami oleh
negara Indonesia, baik isu atau masalah tersebut berasal dari dalam negeri
seperti isu mengenai Hak Asasi Manusia, isu referendum, isu ekonomi maupun
politik maupun isu atau masalah yang berasal dari luar negeri dan juga dunia
internasional seperti contohnya isu mengenai konflik ataupun perang, isu
terorisme dan juga perdamaian dunia.
II.
HUBUNGAN
JEPANG – INDONESIA DI ERA REFORMASI
Pada era reformasi yang mana saat itu Indonesia dipimpin oleh B.J Habibie
sebagai presiden baru yang menggantikan Soeharto kemudian berusaha memperbaiki
pemerintahan yang telah carut marut dengan segala permasalahan yang ada
terutama akibat dari krisis ekonomi yang terjadi sejak era orde baru. B.J
Habibie kemudian berusaha menata kembali pemerintahan dalam negeri dengan fokus
pada masalah-masalah domestik begitu juga dengan politik luar negeri Indonesia yang kembali dibangun.
Politik luar negeri pun mulai dibangun kembali dari awal, tujuan utama politik
luar negeri Indonesia yang
awalnya hanya fokus pada pembangunan dan perbaikan ekonomi serta keamanan
negara kemudian bergeser pada tujuan utama pemulihan nama baik Indonesia seputar dugaan pelanggaran
hak asasi manusia di Timor Timur
Di awal masa pemerintahannya, Habibie
menghadapi persoalan legitimasi yang cukup serius. Tidak hanya menangani
masalah ekonomi yang akut, tetapi juga harus menyelesaikan masalah HAM yang
dihasilkan oleh pemerintahan terdahulu. Pemerintah berusaha mendapatkan dukungan
internasional dengan beragam cara, diantaranya, pemerintahan Habibie
mengasilkan undang-undang yang berkaian dengan perlindangan atas hak asasi
manusia. Selain itu, pemerintahan
Habibie pun berhasil
mendorong ratifikasi empat
konvensi internasional dalam masalah
hak-hak pekerja. Pembentukan
Komnas Perempuan juga dilakukan pada masa pemerintahan
Habibie.
Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
Habibie menaikkan kembali derajat kepercayaan internasional terhadap Indonesia.
Habibie mampu memperoleh simpati dari IMF dan Bank Dunia dengan keputusan kedua
lembaga tersebut untuk mencairkan program bantuan untuk mengatasi krisis
ekonomi sebesar 43 milyar dolar dan bahkan menawarkan tambahan bantuan sebesar
14 milyar dolar. Hal ini memperlihatkan bahwa walaupun basis legitimasi dari
kalangan domestik tidak terlampau
kuat, namun dukungan
internasional yang diperoleh
melalui serangkaian kebijakan untuk memberi citra positif kepada dunia
internasional memberikan dukungan bagi keberlangsungan pemerintahan Habibie
saat periode transisi menuju demokrasi dimulai.
Kemudian berakhirnya pemerintahan
Presiden BJ Habibie digantikan oleh Presiden Abdurrahman Wahid yang memiliki
cita-cita mengembalikan citra Indonesia di mata internasional, untuk itu dia
melakukan banyak kunjungan ke luar negeri selama satu tahun awal
pemerintahannya sebagai bentuk implementasi dari tujuan tersebut. Dalam setiap
kunjungan luar negeri yang ekstensif selama masa pemerintahannya, Abdurrahman
Wahid secara konstan mengangkat isu-isu domestik dalam pertemuannya dengan
setiap kepala negara yang dikunjunginya. Termasuk dalam hal ini adalah soal
integritas teritorial Indonesia seperti dalam kasus Aceh dan isu perbaikan
ekonomi. Keinginannya menjalin kerjasama luar negeri dengan Israel pun menuai
banyak protes dalam negeri.
Dapat dilihat pada dua rezim
pemerintahan setelah orde baru, hubungan Jepang dan Indonesia tak tampak akrab.
Arus hubungan Indonesia dan Jepang kembali pasang ketika Presiden Megawati
Soekarno Putri mulai memerintah.
i.
Hubungan
Jepang Indonesia dalam Bidang Ekonomi
Bantuan
pendanaan kegiatan pembangunan yang diberikan Jepang selama ini telah menempatkannya
sebagai negara penyumbang terbesar bagi Indonesia. Salah satu bentuk bantuan
tersebut adalah Official Development Assistance (ODA). Sejak tahun 1987,
Indonesia termasuk negara terbesar yang menyerap ODA Jepang. Analisa terhadap
sejarah keberadaan ODA menjadi bahasan yang menarik, dengan adanya fakta bahwa
secara kuantitatif menunjukkan nilai ODA meningkat namun secara kualitatif
tidak demikian. Selain itu dengan besaran nilai ekspor kekayaan laut Indonesia
ke Jepang, perlu dicermati dengan kemungkinan munculnya dampak negatif dan
krisis kelangkaan kekayaan laut sebagai
akibat pemanfaatan yang tidak bijak.
Pergantian
pemimpin negara tentu saja memberikan dampak pada pemberian bantuan Jepang
untuk Indonesia. Dalam kebijakan pemerintahan Soeharto, ODA ditempatkan sebagai
salah satu sumber dana yang penting dalam APBN. Kontribusi ODA mencapai
seperlima dari jumlah total pendapatan negara, dan Jepang tercatat sebagai
pemberi bantuan terbesar bagi Indonesia dengan mengalokasikan 16% dari total
ODA Jepang ke Indonesia.
Sebagai
negara maju dengan pertumbuhan ekonomi dan bisnis yang cepat, Jepang dapat menjadi
wacana dalam pengelolaan ekonomi nasional Indonesia. Analisa tentang sistem penyusunan
anggaran belanja negara di Jepang menunjukkan adanya keunikan karena tidak
mengikuti standar internasional. Terlepas dari adanya kelemahan sistem ini,
banyak kelebihan yang bisa dipelajari dan dipikirkan kemungkinan
pengembangannya di Indonesia.
Selain
ODA, Jepang juga menawarkan proposal pembentukan Free Trade Agreement (FTA)
pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri. Tawaran pembentukan
FTA dari Perdana Mentri Jepang Junichiro Koizumi tersebut membuahkan tindak
lanjut kerjasama Indonesia Japan economic Partnership Agreement (IJEPA). Kerjasama
IJEPA ini rupanya sangat didukung oleh kerjasama Jepang dengan ASEAN karena
dengan merangkul ASEAN, Jepang memiliki jalur masuk perdagangan ke negara
negara Asia ternggara yang lebih mudah dan menguntungkan. Selain itu,
liberalisasi pasar di Indonesia membuat produk-produk Jepang menjadi lebih
mudah masuk ke Indonesia.
IJEPA
yang salah satu tujuannya adalah peningkatan sektor investasi dinilai sangat
membantu Jepang dalam memperbaiki iklim investasi Jepang yang mengalami
kemerosotan pasca krisis Asia pada tahun 1997.
Setelah
Presiden Megawati Soekarno Putri meninggalkan kursi kepresidenannya, tindak
lanjut economy partnership diteruskan oleh Presiden Susilo Bmbang Yudhoyono.
Pada tahun 2004, menteri perdagangan Indonesia dan Jepang menyepakati Joint
Study Group sebagai upaya awal penjajakan kegiatan economi partnership. Akhirnya
negosiasi akhir mengenai IJEPA pada tahun 2007 ditandatangani oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Jepang Abe Shinzo.
Penandatanganan
Japan-Indonesia Partnership Agreement (JIEPA) pada bulan Agustus 2007,
menandai era baru yang memperkuat hubungan bilateral kedua negara. Tidak
sajadalam tercapainya kesepakatan pengaturan mobilisasi tenaga kerja kedua
negara, tetapi cakupan kerjasama meluas dengan perjanjian ini. Termasuk di
dalamnya kerjasama dalam bidang teknologi. Kupasan tentang transfer teknologi
dari Jepang kepada Indonesia dikaitkan dengan budaya, tradisi dan nilai-nilai
sosial yang dimiliki kedua negara disajikan secara ringan.
Hubungan
ekonomi Indonesia-Jepang semakin menguat yang ditandai dengan meningkatnya
volume perdagangan kedua negara. Nilai perdagangan Indonesia–Jepang selama
bulan Januari sampai dengan Agustus 2011 adalah sebesar USD 35,1
milyar,meningkat sebesar 29% dari periode yang samatahun 2010. Total nilai
perdagangan Indonesia-Jepang tahun 2010 dan 2009 masing-masing sebesar USD 42,7
milyar dan USD 28,4 milyar. Bagi Jepang, Indonesia masih merupakan sumber utama
pasokan energi, yakni gas dan batu bara untuk industri sertasumber daya alam
lainnya seperti timah dan nikel.
Investasi
Jepang di Indonesia pada umumnya disektor:
(1)
transportation vehicle & othertransportation industry;
(2)
metal, metal goods,machinery & electronic industry,
(3)
trading & repairindustry, food industry
(4)
rubber & plasticgoods industry.
Peningkatan
kerja sama ekonomi kedua negara tercermin pada beberapa kegiatan, antara lain:
a.
Partisipasi pada International Jewelry di Tokyo, 26-29 Januari 2011, dan
di Kobe, 11-13 Mei 2011.
b.
Fasilitasi kunjungan Ketua Keidanren (Federasi Bisnis Seluruh Jepang) beserta rombongan
ke Indonesia, 13-15 Februari2011.
c.
Fasilitasi kunjungan Federation Exchange Council ke Jakarta, 20-23
Februari 2011.
d.
Partisipasi pada Food Expo (Foodex) 2011, 1– 4 Maret 2011.
e.
Industrial Familiarization Mission di Nagoya,9-10 Maret 2011.
f.
Seminar investasi “Progressing Indonesian Economy and ASEAN”, 13-14 Mei
2011 di Osaka.
g.
Penyelenggaraan Indonesia-Japan Energy Policy Dialogue kedua di Bali, 31
Mei – 1 Juni 2011.
h.
Penyelenggaraan Indonesia-Japan Coal Policy Dialogue ketiga di Bali, 30
Mei 2011.
i.
Penyelenggaraan The 12th Indonesia-Japan Energy Round Table (IJERT) di
Tokyo, 17 Oktober 2011.
j.
Penyelenggaraan Indonesia-Japan Joint Economic Forum (IJJEF) Ke-3
di Bali, 18 November 2011.
Sebagai
bentuk penghargaan Pemerintah RI kepada mantan PM Fukuda, yang mengetuai
JAPINDA (Japan IndonesiaAssociation), atas upaya-upayanya dalam meningkatkan
hubungan bilateral kedua negara, maka Pemerintah RI menganugerahkan Tanda
Kehormatan Republik Indonesia Bintang Mahaputra Adipradana. Penganugerahan
tanda kehormatan tersebut dilakukan oleh Menlu RI,atas mandat Presiden RI,
kepada mantan PM Jepang Yasuo Fukuda di Tokyo, 10 November 2011.
Terkait
dengan kerja sama bantuan keuangan,Pemerintah RI dan Jepang pada tahun 2011
telahmenandatangani 3 (tiga) kesepakatan antara lain:
1.
Exchange of Notes between the Government ofthe Republic of Indonesia and the
Governmentof Japan for the Purpose of Contributing to the Implementation of the
Project for UrgentReconstruction of East Pump Station of Pluit inJakarta (Jakarta,
20 Januari 2011).
2.
Financial Arrangement between the Government of the Republic of Indonesia
and the Government of Japan regarding the Contribution of the Government of
Japan as the Co-chair of the ARF Disaster Relief Exercise Year2011 to be Held
in Manado, Indonesia (Manado,13 Maret 2011).
3.
Exchange of Notes between the Government ofthe Republic of Indonesia and the
Governmentof Japan on the Loan of the Amount of 8,291,000,000 Yen (Jakarta,
10 Maret 2011).
Kerjasama
Indonesia dan Jepang dalam sektor ekonomi dan investasi tidak hanya berhenti
sampai di situ. Dilansir dari situs berita liputan6.com, pada akhir tahun 2013,
di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia dan Jepang semakin
mempererat hubungan dengan menyepakati kerjasama dalam bidang perdagangan,
penanaman modal, pembangunan infrastruktur agar dapat tumbuh bersama
berdasarkan kesepakatan pada tingkat menteri untuk lebih mendorong kerja sama
Metropolitan Priority Area (MPA) di wilayah Jabodetabek.
Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono menyambut baik tren positif perdagangan bilateral
dengan Jepang, yang mencatat pertumbuhan rata-rata lebih dari 11% dalam lima
tahun terakhir (2008-2013). Adapun total nilai perdagangan Januari-Agustus 2013
telah mencapai US$ 31,24 miliar.
Berakhirnya
masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono digantikan oleh Presiden Joko
Widodo yang pada Maret 2015 melakukan kunjungan ke Jepang dan Tiongkok guna
mempererat hubungan kerjasama dalam sektor ekonomi. Di Jepang Presiden Joko
widodo menghadiri forum bisnis bersama dengan 1000 pengusaha Jepang. Di sana,
Jepang memandang Indonesia memiliki tingkat pertumbuhan perekonomian yang
mantap serta memiliki masyarakat kelas menengah yang terus tumbuh sehingga
meningkatkan keinginan Jepang menanamkan modalnya di Indonesia. Indonesia juga
dianggap sebagai sosok pemipin ASEAN yang memegang peranan besar dalam
stabilitas wilayah dan keakmuran dengan populasi dan GDP Indonesia yang
mencapai 40 % dari populasi dan GDP ASEAN. Dalam kunjungan itu, Indonesia
menekankan posisi Jepang sebagai mitra strategis sehingga Indonesia siap
membuka peluang kerjasama yang lebih luas dan progresif.
ii. Hubungan Jepang Indonesia dalam Sektor
Budaya dan Pariwisata
Setelah
memutuskan untuk menekan jalur kekuatan militer dalam upaya berhubungan antar
bangsa, Jepang menggalakkan soft diplomacy-nya. Salah satu dari soft diplomacy
itu adalah melalui sektor kebudayaan dan hiburan. Diplomasi budaya digunakan
untuk memperkuat hubungan antar negara, agar negara yang dituju lebih mengenal
negaranya dalam hal ide, nilai – nilai, tradisi dan berbagai macam aspek
budaya, yang pada akhirnya bertujuan untuk mendapatkan kepentingan nasional.
Semenjak
akhir tahun 1990-an berlanjut hingga tahun 2000-an ini, jalur peredaran anime di Indonesia lebih banyak melalui
rental atau toko anime dalam format
VCD/DVD. Pada periode 2000 ini, kepopuleran anime
sudah begitu sangat luar biasa sampai kepada kondisi yang sulit dibayangkan noleh
para otaku (penikmat anime) sebelumnya. Trend anime ini juga didukung dengan munculnya
distributor resmi yang berusaha memenuhi kebutuhan otaku akan masuknya lebih banyak
anime di Indonesia.
Kemudian
pada tahun-tahun terakhir ini anime
mulai kembali menjadi booming lagi di indonesia. Seperti yang dapat terlihat
dari kepopuleran anime Naruto yang
menghebohkan. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya porsi tayang untuk anime yang mulai mendominasi program
film animasi di berbagai stasiun televisi.
Perlu
disadari dalam era globalisasi sekarang ini, penyebaran informasi serta
hubungan ekonomi hampir tidak lagi mengenal batas. Anime menjadi bagian dari pop culture di seluruh dunia, dan Jepang
sendiripun sangat gencar mempromosikan anime.
Kepopuleran anime dan manga Jepang di
Indonesia dapat disaksikan siapapun. Sebagai akibatnya, budaya Jepang pun
menjadi sebuah tren di Indonesia. Disana-sini dapat ditemukan bentuk-bentuk
asimilasi budaya Jepang.
Bagi
Jepang anime merupakan salah satu
media diplomasi yang sangat efektif dengan menawarkan cerita mengenai Jepang
melalui visualisasi apik dan mengambarkan cerita mengenai Jepang mulai dari
sejarah, budaya, gaya hidup, karakter masyarakat, serta kondisi sosial. Jadi
secara tidak langsung masyarakat Indonesia mulai dari anak-anak, remaja, hingga
dewasa, telah tersuguhi berbagai gambaran tentang Jepang, yang tercitra
memiliki akar budaya yang begitu adi luhung, dan memasuki masa modernpun tidak
lupa atau meninggalkan budaya nenek moyang yang selalu jadi kebanggaan bangsa
Jepang.
Dengan
kehadiran anime di Indonesia semakin
mempertegaskan jati diri bangsa Jepang sebagai bangsa yang besar kepada
masyarakat dan menjadikan anime
sebagai sub-kultur yang semakin dikenal luas dan diminati oleh masyarakat Indonesia
khususnya remaja. Hingga Hal ini membuat Jepang hampir dapat disejajarkan
dengan Amerika Serikat dan film Hollywoodnya dalam segi popularitas dan
pengaruh budaya pop-nya di Indonesia.
Sebagaimana
yang dikatakan Hans J. Morgenthau dalam bukunya Politics Among Nations :”When
we speak of power, we mean man's control over the minds and actions of other
men”.
Bedasarkan
apa yang dikatakan Morgenthau dalam bukunya tersebut, yaitu siapapun yang
memiliki Power atau kekuasan, Maka dia akan dapat mengatur bahkan mendikte
siapapun yang diinginkannya. Begitu juga hal yang dilakukan Jepang, terhadap
unit politik diluar negaranya, melalui powernya Jepang terutama dari segi
Ekonomi, yang terkenal dengan Diplomacy by ATM-nya, telah menancapkan
pengaruhnya terhadap negara lain, terutama negara-negara berkembang, tidak
terkecuali Indonesia.
Setelah
sukses menanamkan pengaruhnya dalam sektor ekonomi, tentu saja hubungan ini
memberikan pengaruh pada sektor lain, misalnya politik. Negara-negara yang
sudah bergantung secara ekonomi tidak sulit untuk ditanamkan pengaruh politik.
Selain
dalam dunia hiburan, Jepang dan Indonesia pada pemerintahan Presiden Megawati
Soekarno Putri menandatangani perjanjian kerjasama pariwisata. Perjanjian ini
dibuat untuk mendukung peningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung baik ke
Indonesia maupun Jepang. Yang perlu dilakukan demi mencapai tujuan tersebut
antara lain, melalui kampanye terukur, pertukaran misi untuk memproosikan
pariwisata dan kerjasama untuk meningkatkan kapasitas simber daya manusia.
Kerjasama
Indonesia dan Jepang dalam bidang kepariwisataan itu juga melibatkan organisasi
yang bergerak dalam sektor kepariwisataan untuk mengurangi halangan dan
kesulitan dalam kepariwisataan.
Untuk
mendukung kerjasama ini biro perjalanan Jepang Japan Association of Travel
Agent (JATA) telah mengirimkan misinya sebanyak dua kali ke Bali mengingat
pernah terjadi pemboman pada tahun 2002 untuk memastikan keamanan dan
keselamatan para wisatawan.
Memang
tidak bisa dipungkiri bahwa budaya pop dan pariwisata merupakan hal sayang
cukup diperhatikan oleh kedua negara, sebab dengan kelancaran kerjasama dalam
sektor kepariwisataan maupun industri budaya pop, kedua negara dapat mempererat
hubungan kerjasama dalam sektor sosial, budaya dan juga ekonomi.
iii. Hubungan Jepang Indonesia dalam
Bidang Politik
Kedekatan
hubungan politik Indonesia dengan Jepang bisa ditunjukkan dengan kedekatan dan
keluwesan hubungan antar kepala negara Indonesia dan kepala pemerintahan Jepang
selama puluhan tahun. Keeratan hubungan politik antar dua negara telah membawa
konsekuensi logis membaiknya hubungan Indonesia dengan Jepang dalam masalah
ekonomi, sosial budaya, pendidikan, dan pertahanan.
Jatuhnya
Soeharto, membawa perubahan cukup besar dalam sistem perpolitikan Indonesia. Tekanan
agar pemerintah Indonesia segera melakukan reformasi politik dan ekonomi gencar
dilakukan oleh masyarakat domestik dan internasional. Hal ini juga turut
mempengaruhi kebijakan ODA Jepang setelah jatuhnya Soeharto.
Hal
menarik pada periode ini adalah, pada tahun 1999 Jepang memberikan bantuan di
bidang politik yaitu bantuan untuk melaksanakan Pemilu, baik dengan memberikan
bantuan kepada pemerintah Indonesia maupun ikut serta mengirimkan pemantau
pemilu internasional. Hal ini merupakan yang pertama dalam sejarah ODA Jepang
di Indonesia. Akan tetapi perlu dicatat bahwa pada saat Pemilu 1999, Jepang
adalah negara yang termasuk lambat memberikan respon atas permintaan dukungan
Indonesia untuk menyelenggarakan Pemilu. Alasan yang dikemukakan adalah saat
itu Pemerintah Jepang sedang mencari dan merumuskan skema dana yang harus
digunakan karena sebelumnya tidak ada alokasi dana untuk bantuan pelaksanaan Pemilu
di Indonesia.
Walau
terkesan agak lambat dalam merespon tuntutan reformasi politik di Indonesia,
Pemerintah Jepang mulai aktif melakukan kegiatan-kegiatan yang mendukung demokratisasi
seperti melibatkan NGO sebagai partner. Selain itu, dalam Country Assistance
Strategy for Indonesia tahun 2004, pemerintah Jepang juga dengan nyata
menempatkan penciptaan masyarakat yang demokratis dan adil (“creation of a
democratic and equitable society”) sebagai pilar kedua dalam prioritas area
bantuan. Adapun kegiatan yang didesain sebagai bagian dari pilar kedua tersebut
adalah pengentasan kemiskinan dengan menciptakan lapangan kerja melalui
pembangunan pertanian dan perikanan, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan,
meningkatkan jasa publik di bidang pendidikan, kesehatan dan obat-obatan; reformasi
pemerintah di bidang hukum (judiciary), polisi (police service),
bantuan untuk desentralisasi; serta pemeliharaan lingkungan dan pencegahan
bencana.
Jepang
terlihat mulai menformulasikan berbagai kegiatan/program yang mendukung
terwujudnya masyarakat Indonesia yang demokratis dan makmur, seperti bantuan
untuk pelaksanaan pemilu, desentralisasi, reformasi pemerintahan, dan berbagai
kegiatan lainnya. Akan tetapi apabila dicermati dari pembahasan di atas, Jepang
terkesan sangat hati-hati dalam mengimplementasikan proyek pembangunan di
bidang politik (demokratisasi). Kepercayaan bahwa pembangunan masyarakat yang
demokratis akan menuntut ketidakstabilan politik, merupakan salah satu alasan
mengapa Jepang terlihat lambat merespon tuntutan demokratisasi atau reformasi
politik di Indonesia.
Intensitas
kerja sama politik RI – Jepang ditandaidengan serangkaian kegiatan sebagai
berikut:
a.
Kunjungan Presiden RI ke Jepang, 16-18 Juni2011;
b.
Pertemuan Presiden RI dengan Special Envoy Jepang, Mr. Katsuya Okada di
sela-sela pertemuan Bali Democracy Forum IV diBali, 8 Desember 2011;
c.
Dialog Strategis Tingkat Menteri Luar Negeriyang Pertama di Tokyo, 17-18
Februari 2011;
d.
Pertemuan Menlu RI dan Menlu Jepang diJakarta, 9 April 2011 (dalamKesempatanSpecial
ASEAN-Japan Ministrial Meeting);
e.
Pertemuan Menlu RI dan Menlu Jepang diTokyo, 17 Juni 2011;
f.
Dialog Strategis Tingkat Menlu Ke-2 di Bali,21 Juli 2011;
g.
Pertemuan Menlu RI dan Menlu Jepang disela-sela Sidang Umum PBB di New York, 21
September 2011;
h.
Dialog Strategis Tingkat Menlu Ke-3 diJakarta, 13-14 Oktober 2011; dan
i.
Pertemuan informal Menlu RI dan MenluJepang di Tokyo, 10 November 2011.
iv. Hubungan Jepang Indonesia dalam
Bidang Pertahanan dan Keamanan
Dalam bidang pertahanan dan keamanan,
Jepang menganggap harus ada kerjasama yang jelas dalam hal antibajak laut dan
anti perompakan dan Indonesia sudah memiliki undang-undang pelayaran yang
sangat penting bagi kawasan. Selain perompakan, Jepang juga memberi perhatian
pada masalah terorisme. Untuk itulah bekerjasama dengan Indonesia perihal isu
terorisme adalah hal yang diperlukan. Hal yang mendasari keputusan Jepang ini
adalah kenyataan bahwa Indonesia dinilai memiliki banyak pengalaman dalam kasus
terorisme dan memiliki pengalaman menangani kasus terorisme.
Lima hal utama dalam kerjasama pertahanan
keamanan dan militer antara Indonesia dan Jepang adalah pendidikan, latihan,
sumber daya manusia, industri pertahanan, penanganan terorisme, dan manajemen
penanggulangan bencana.
Kerjasama militer Indonesia dan Jepang
diwujudkan melalui sinergi antara TNI angkatan datat dan pasukan beladiri
Jepang. Memang, setelah PD II, konstitusi Jepang melarang memperkuat angkatan
bersenjata dan angkatan bersenjata mereka sebut sebagai pasukan beladiri. Dalam
pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Jenderal eiji Kamizuka,
Indonesia mengundang Jepang untuk mengadakan latihan gabungan yang
diselenggarakan di Jawa Barat.
Selain kerjasama di atas, pemerintah
Indonesia dan Jepang juga sepakat untuk meningkatkan kerjasama menjaga
stabilitas kawasan Asia Tenggara, Asia Pasifik dan Asia Timur. Kedua negara
sepakat untuk memelihara dan berkontribusi aktif dalam memelihara stabilitas
kawasan. Indonesia mengerti tentang keinginan Jepang untuk lebih berperan lebih
luas dalam bidang keamanan dengan tujuan bisa ikut berkontribusi dalam
penciptaan stabilitas dan perdamaian di kawasan Asia. Sekaligus Indonesia
menyarankan agar dibangun kerja sama lebih erat lagi antara Jepang dan
Indonesia, antara Jepang dengan negara-negara di kawasan ASEAN agar semua dapat
berkontribusi pada perdamaian yang sama-sama diinginkan oleh semua pihak.
Dalam bidang penanganan
bencana alam, Jepang sangat aktif menyalurkan bantuan ke beberapa daerah di
Indonesia yang dilanda bencana. Bantuan Jepang kepada Aceh pasca gempa bumi dan
tsunami meliputi berbagai bentuk:
No
|
Bentuk Bantuan
|
Keterangan
|
1
|
Bantuan Darurat
Sebesar US$ 390.000
|
berupa : tenda,
selimut,genset
|
2
|
Bantuan Hibah Bilateral
|
1. US$ 1,5
juta, untuk pengadaan makanan darurat dan peralatan medis.
2. US$ 146
juta, untuk barang bantuan darurat dan rekonstruksi di Aceh.
|
3
|
Pengiriman Tim
Medis Darurat Jepang
|
|
4
|
Pengiriman
Pasukan Beladiri Jepang
|
Terdiri dari
personil AL, AD, AU dan Join Staff Office, untuk mendukung operasi bantuan
dalambidang pengangkutan barang melalui udara, sertamelaksanakan pencegahan
epidemic di Indonesia.
|
5
|
Bantuan dari
Pemerintah Daerah dan Perusahaan Swasta Jepang
|
pengiriman
1540 unit kantong mayat oleh JICA, dan bantuan lainnya yang bersifat barang
dan jasa.
|
6
|
Bantuan
melalui LSM Jepang “AMDA International” (Perawatan Trauma dan Kesehatan
Fisik)
|
a. Dengan tujuan
memberikan kontribusi bagi pembangunan kembali pasca tsunami dan konsolidasi perdamaian
di Aceh, pemerintah Jepang melalui “bantuan Hibah kepada LSM Jepang” telah
memutuskan untuk memberikan bantuan hibah sebesar US$ 246,014 (sekitar Rp.2.2
miliar).
b. Kerjasama ini akan
dilaksanakan dengan tujuan membantu usaha pembinaan kesehatan mental dan
fisik yang lebih baik di kalangan anak-anak, baik di daerah-daerah yang
pernah dilanda tsunami maupun di daerah-daerah yang dulu menjadi korban
konflik.Kedua proyek tersebut adalah sbb:
• Proyek
Perawatan Trauma bagi Anak-anak Korban Tsunami. Nilai bantuan : US$ 82.170
• Pelaksanaan
proyek ini dimaksudkan untuk meringankan trauma akibat tsunami pada anak anak
yang sampai sekarang masih tinggal di barak-barak pengungsian di Banda Aceh
dan Aceh Besar, yaitu melalui berbagai kegiatan kreatif dan membaca di
sejumlah perpustakaan di bawah pimpinan para pemuda dalam komunitas.
• Proyek
Rehabilitasi Komunitas melalui Perawatan Kesehatan Mental dan Fisik. Nilai
bantuan : US$ 163.844
|
Sebaliknya,
Indonesia juga memberikan bantuan kepada Jepang ketika Jepang dilanda bencana
berupa bantuan finansial.
Pemerintah
dan rakyat Indonesia memberikan perhatian dan simpati yang besar terhadap
bencana gempa bumi dan tsunami yang melanda Jepang, 11 Maret 2011. Sebagai
bentuk keprihatinan tersebut, Indonesia telah memprakarsai pertemuan Special
ASEAN-Japan Ministerial Meeting, 9 April 2011 untuk menggalang solidaritas
kawasan terhadap bencana yang melanda Jepang. Pada kesempatan kunjungan ke
Jepang, 16-18 Juni 2011, Presiden RI melakukan peninjauan ke wilayah bencana di
Kesennuma. Pada kesempatan tersebut secara simbolis juga diserahkan dana
bantuan bagi pemulihan dan rekonstruksi Kota Kesennuma sebesar USD 2 juta
kepada Walikota Kesennuma oleh Menlu RI, serta penandatanganan prasasti tanda
persahabatan dan solidaritas rakyat Indonesia bagi masyarakat Jepang oleh
Presiden RI.
Upaya-upaya pemberian bantuan dan evakuasi
WNI yang menjadi korban gempa Maret 2011 antara lain:
·
KBRI Tokyo melakukan
evakuasi dari wilayahbencana menuju ke posko pengungsian diSekolah RI di Tokyo
(SRIT).
·
Evakuasi WNI gelombang
pertama berhasilmerelokasi sebanyak 112 WNI yang ditampung di Sekolah Republik
Indonesia Tokyo. EvakuasiWNI gelombang kedua ke Tokyo telah merelokasi sebanyak
114 WNI.
·
Selain itu juga diberikan
pertolongan pertamadan bantuan logistik untuk WNI di wilayah bencana, antara
lain berupa air minum botol,makanan instan, selimut dan obat-obatan.
·
Kemlu RI mengirimkan Relief
Team padatanggal 12 Maret 2011 dan mendirikan posko di wilayah Sendai, yang
menjadi posko ASEAN.
·
Pemulangan WNI ke Indonesia
dilakukan dalam 9 tahap yang dilakukan dari tanggal 15-26 Maret 2011 dengan
total jumlah WNI sebanyak263 orang. Pada tanggal 15 Maret 2011, 99 WNI yang
dipulangkan ke Indonesia denganPesawat Garuda GA 885 diterima oleh Menlu RI dan
diserahterimakan kepada keluarga.
·
Pada tanggal 17 Maret 2011,
tim satuan reaksicepat penanggulangan bencana yang berasal dari Kementerian
Kesehatan, TNI, BNPB, danBasarnas dilepas oleh Menteri Koordinator
Kesejahteraan Rakyat.
·
Pada tanggal 18 Maret 2011
telah berhasilditemukan 17 ABK asal Indonesia di kapal Yahata Maru 35.
v. Hubungan Jepang Indonesia dalam
Sektor Energi dan Infrastruktur
Kerjasama
di sektor industri manufaktur dan energi menjadi fokus utama bagi Jepang.
Alasan mengapa Jepang lebih tertarik kepada sektor ini sebenarnya sudah bisa
ditebak. Salah satu alasannya adalah keperluan timbal balik antara kedua belah
negara, yaitu bahwa industri manufaktur sudah lebih serius digarap oleh Jepang
dan membutuhkan jaminan ketersediaan pasokan bahan baku untuk industri
tersebut, seperti batubara dan gas. Pihak Indonesia terbantu pula dengan saling
berbagi teknologi manufaktur. Sudah bisa ditebak juga tujuan lain untuk
ekspansi bisnis pemasaran mesin-mesin pembangkit energi Jepang ke Indonesia.
Singkat
kata, hubungan Indonesia dan Jepang memang sangat menonjol dalam bidang ekonomi
dan penanaman investasi, akan tetapi bukan berarti sektor energi dan
infrastruktur dipandang sebelah mata. Sektor energi dan infrastruktur tetap
menjadi hal yang sangat diperhatikan oleh Jepang pasca orde baru.
Pada
masa pemerintahan Presiden Megawati, pemerintah Jepang menyatakan komitmennya
untuk membantu pembangunan infrastruktur di Indonesia dengan mengalokasikan
dana sebesar 100 miliar yen (sekitar Rp 8 triliun).
Indonesia,
pada 2013 menawarkan beberapa sektor yang menarik para pengusaha Jepang agar
turut berpartisipasi seperti energi yang meliputi; batubara, pembangkit listrik
tenaga panas bumi geotermal, dan lain lain.
Khusus
untuk kerjasama sektor energi, tampaknya Jepang lebih fokus untuk mengembangkan
potensi batubara yang masih tersimpan sebanyak 5,476 juta ton di perut bumi
Indonesia dan panas bumi sebesar 27 GW, walaupun potensi dari pengembangan
Renewable Energy lainnya tidak kalah penting, seperti yang terlihat pada Tabel
1 yaitu; Tenaga Air (Hydropower) 76.17 GW, Biomassa 49.81 GW, Tenaga Angin
(Wind Power) dengan laju rata-rata 3-6 meter/detik, dan Tenaga Surya
(Photovoltaic) dengan rata-rata radiasi matahari sebesar 4.8 kWh/m2-hari.
Potensi Tenaga Angin di Indonesia tidak terlalu besar dan itupun hanya terdapat
di beberapa pesisir pantai saja, tetapi potensi Tenaga Surya sangatlah besar
karena posisi Indonesia yang teletak di daerah khatulistiwa. Dalam hal pengembangan
RE, Jepang bisa dikategorikan sebagai negara yang sudah maju dalam semua
teknologi RE yang tidak kalah dengan negara maju lainnya seperti Jerman dan
Amerika Serikat.
Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono pada saat itu mengharapkan keikutsertaan pengusaha Jepang
terlibat dalam proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi, sebab Indonesia
sangat membutuhkan tambahan dari pembangkit tersebut. Potensi energi dan finansial sangat besar
manfaatnya bagi bangsa dan rakyat Indonesia. Kiprah Jepang sebenarnya bisa menarik
simpati masyarakat Indonesia untuk bisa menerima segala macam kegiatan
industri, produk, dan investasi Jepang di Indonesia.
Pemerintah
Jepang juga menawarkan proyek pembangunan kereta api ekspres Jakarta-Surabaya
dan siap melaksanakannya. Sementara itu Indonesia meneken percepatan kerjasama
pembangunan antara Indonesia dan Jepang. Selain itu, di masa pemerintahan Joko
Widodo, Jepang memiliki kiprah luar biasa besar dalam pembangunan pelabuhan
Cilamaya di pulau Jawa.
III. KESIMPULAN
Dari
pemaparan di atas, dapat dilihat bahwa hubungan kerjasama antara Indonesia dan
Jepang pada era reformasi memiliki perbedaan dengan hubungan kerjasama pada era
orde baru.
Pergantian
pemimpin negara memberikan pengaruh terhadap bagaimana negara menjalankan
kebijkan politik dan diplomasi luar negerinya. Dapat dilihat kembali bahwa
sepak terjang Jepang sempat melemah setelah Presiden Soeharto lengser dari
kursi kepemimpinannya. Presiden BJ Habibie dan Presiden Abdurrahman Wahid
memiliki cara yang berbeda dalam pemerintahannya.. Selain karena masa jabatan
yang pendek, kedua mantan presiden tersebut memiliki fokus dan tujuan yang
berbeda dengan beberapa presiden setelahnya. Pada masa itu, keterlibatan Jepang
dalam berbagai sektor di Indonesia tidak terlalu menonjol seperti sekarang.
Kerjasama
Jepang dan Indonesia di era reformasi menunjukkan bahwa kedua negara sudah
memiliki rasa saling percaya dan keakraban. Selain itu peluang kerjasama pun
menjadi semakin luas, tidak hanya terbatas pada bisnis dan ekonomi, Jepang juga
memanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan bekerjasama dalam sektor energi,
pertahanan dan keamanan, politik, budaya pop, teknologi, dan lain-lain.
Dengan
begitu Jepang mendapatkan popularitas di tanah air Indonesia sebagai negara
maju yang berpartner dengan Indonesia, bukan lagi sebagai penjahat perang
seperti pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Hal ini terbukti dengan
masyarakat Indonesia yang semakin terbiasa dengan keberadaan orang Jepang yang
berbisnis di Indonesia. Selain itu studi kejepangan di Indonesia juga menjadi
kian populer didukung dengan adanya budaya pop Jepang dan peluang bekerja di
perusahaan multinasional Jepang yang kini berinvansi ke Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
“Japan : Country Profile”, United States Departement of States,
http://www.state.gov..
“Japan Profile Country : International Economic Cooperation Policy of
Jepan”, http://www.englishbritanica.com
Amari, A., 2008. Pentingnya JIEPA. Kompas, [Online] 30 Juni.
Tersedia di:http://nasional.kompas.com/read/2008/06/30/01251714/pentingnya.jiepa
Andy Christine Yuliani, Studi tentang
animasi jepang (anime) dan perkembangannya di Indonesiahttp://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/s1/jdkv/2003/jiunkpe-ns-s1-2003-42499169-7234-animechapter4.pdf.
Bandoro, B., 1994. Beberapa Dimensi
Hubungan Indonesia-Jepang dan Pelaporan untuk Indonesia. Dalam: B. Bandoro, ed. Hubungan Luar Negeri Indonesia
selama Orde Baru. Jakarta: CSIS
Dennis Yasutomo, “The Manner of Giving, Strategic Aid and
Japanese Foreign Policy” dalam Daulah Khoiriati Djaldan, Japan’s Foreign Aid Policy To Indonesia Its
Implication on Japan-Indonesia Relations : Thesis, International
University of Japan, 1991
Downer, Alexander. (2000). East
Timor - Looking Back on 1999. Australian Journal of International Affairs
Dr. Emil
Constantinescu. “What is Cultural Diplomacy?” diakses dari
http://www.culturaldiplomacy.org/index.php?en_culturaldiplomacy
DJPEL, Direktorat
Jenderal Pemanfaatan Energi Listrik, Dept. Pertambangan dan Energi –RI, Blue
Print Pengelolaan Energi Nasional 2005 -2025
Hans morgenthau,
diakses dari http://www.absoluteastronomy.com/topics/Hans_Morgenthau
Mashad, Dhurorudin, 2008. Politik Luar
Negeri Indonesia Era Reformasi. Dalam Ganewati Wuryandari. Politik Luar Negeri
Indonesia di Tengah Pusaran Politik Domestik. Jakarta: P2P LIPI dan Pustaka
Pelajar. Hal
Robison, Richard and Vedi R Hadiz. Reorganizing Power in
Indonesia: The Politic of Oligarchy in an Age of Market. London and New York: Routledge.
2004.
No comments:
Post a Comment