Ciyyyeee Ta’aruf...
Oke, kalem dulu. Pasti kalian udah nggak asing lagi dengan kata Ta’aruf.
Apalagi baru-baru ini ada selebriti Indonesia yang tau-tau nikah di usia muda
dan ngakunya ta’aruf buat menghindari zina. Iya, mereka bilang, baru kenal dua
bulan dan enggak pacaran.
Eits, tunggu!
Apakah ta’aruf sesederhana itu? Enggak pacaran? Langsung tembak, ngajak
kawin?
Sayangnya, taa’ruf itu BUKAN ASAL kenal, liat muka; cakep, atau ancur, atau
bikin sawan, trus ngobrol bentar baik langsung atau chatting di instant messenger,
tau-tau ngajak kawin. Nggak sesederhana itu, Juminten.
Jujur, gue bukan fans dan gue bukan hater dari pasangan muda yang sekarang
jadi bahan hujatan orang-orang karena pemahaman mereka yang SALAH KAPRAH
tentang ta’aruf. Gue nggak kenal mereka kok, soalnya mereka nggak punya nama yang cukup besar di jagad hiburan. Sampe gue browsing dulu buat nyari tau siapa mereka yang jadi omongan di dunia maya.
FYI, gue bukan orang suci, bukan penceramah, bukan keturunan
ustadz atau ustadzah apalagi habib, bukan juga ahli tafsir. Tapi kalo ada
kesalahkaprahan di depan mata, gue merasa punya kewajiban buat ikut
meluruskan sebelum kesalahkaprahan ini jadi hal yang diidolakan/diagung-agungkan
masyarakat awam. Jadi sebelum kalian, remaja bucin, menyanjung mereka dengan sebutan “perfect couple”, “couple goal banget sih!”, “Subhanallah, Islami banget mereka!” dan blablabla, mending kita telaah lagi makna dan aturan
ta’aruf.
Kalian yang muslim pasti udah tau kalo kata ta’aruf itu asalnya dari bahasa
Arab: “ta’arafa” atau “yata’arafu” yang artinya saling mengenal. Ini dilakukan
oleh laki-laki dan perempuan buat mengenal satu sama lain sebelum lanjut ke
jenjang pernikahan.
“Kaya pacaran?”
Beda. Kalo pacaran kan biasanya lebih santai, bisa saling kontak langsung,
ketemuan, kasih kejutan, kasih mawar atau kembang kuburan, ngobrol, nongkrong
bareng di cafe atau pos hansip, dan sebagainya. Tapi pacaran dikhawatirkan akan
memicu maksiat.
“Kalau ta’aruf?”
Ta’aruf dilakukan dengan tetap memperhatikan aturan agama Islam. Harus
didampingi oleh pihak ketiga yang bisa menjadi penghubung atau perantara
berkomunikasi dan memastikan agar syariat Islam tetap dijaga selama proses
ta’aruf. Jadi kalian yang ta’aruf nggak bisa jalan berduaan sambil pandang-pandangan
menikmati rasanya jatuh cinta sama orang cakep. Sekali lagi, nggak boleh.
“Jadi nggak boleh ya teleponan atau chattingan?”
Jangan. Itu jatohnya bakalan bablas jadi pacaran tanpa status. Kalian cuma
membohongi diri sendiri dengan konsep pedekate Islami. Padahal, dalam Islam
konsep pendekatan model kaya gitu itu nggak ada.
“Trus gimana caranya mengenal pasangan yang mau dinikahi kalo kontak
langsung enggak boleh?”
Nah, itulah peran orang ketiga sebagai perantara. Selain itu, catat ini
kalau mau ta’aruf:
1.
Buat tulisan tentang diri sendiri mencakup ciri-ciri
fisik, kepribadian, riwayat pendidikan, pekerjaan, acuan akidah atau mahdzab
yang dianut, hobi juga boleh ditulis sekalian, trus tulis juga visi misi
menikah.
Eits, jangan lupa buat cerita tentang background
keluarga, bisa mulai dari orang tua, sodara, dll. Boleh juga kok, kalian menulis tentang apa yang kalian inginkan dari pasangan, misal: ngga mau yang ngerokok,
nggak mau sama yang hobby dandan menor, suka yang pribadinya seperti apa, pengetahuan
agama, jenjang pendidikan, penampilan fisik kaya gimana, atau bahkan kelas
ekonominya.
2.
Kalo kalian belum punya sasaran buat diajakin ta’aruf,
jangan bingung. Kalian bisa minta rekomendasi teman, orang tua, guru/dosen, guru
ngaji, saudara, dll.
3.
Udah ada sasaran biat diajakin ta’aruf? Datangi orang
terdekatnya seperti sahabatnya, sodaranya, bisa juga langsung ngomong ke bapak
atau ibunya, sampaikan tulisan yang udah lu bikin. Ntar biar calon pasangan lu
baca biodata yang udah lu tulis, dan sebaliknya lu minta biodata dia. Jadi,
kalian bisa punya gambaran tentang calon pasangan. Kalo ada hal lain yang mau
ditanyakan tentang calon, hubungi orang terdekatnya: orang tua, sahabat,
sodaranya, atau guru ngaji dia. JANGAN NYELONONG HUBUNGIN DIA LANGSUNG! Apalagi
ngajak ngobrol sambil lari pagi. Itu pedekate namanya!
4.
Setelah ngerasa cocok dan pengen nikahin dia, kalian bisa
melakukan nadzar. Nadzar itu ngeliat calon pasangan. Itu bisa dilakukan di
rumah calon mempelai perempuan dan HARUS didampingi pihak ketiga. Di tahap ini
kalian udah bisa nanya lebih jauh tentang kehidupan yang akan dijalani selama
berumah tangga. Contohnya: istri boleh kerja nggak? Suami kudu bantuin
pekerjaan rumah tangga apa enggak? Ntar rencananya mau punya anak berapa? Dst.
5.
Baru deh, kalian khitbah atau melamar secara resmi.
Apakah harus selalu pihak laki-laki yang melamar? Nggak juga. Wali yang
menawarkan anak perempuannya juga boleh melamar calon suami, guys. Tapi, kalo di Indonesia kebanyakan laki-laki
ya yang ngelamar calonnya. Khitbah ini tujuannya buat silaturahmi dan lebih
mengenal keluarga. Nggak perlu terlalu meriah sampe bikin pesta-pesta yang
malah bikin boros. Nggak baik.
6.
Akad deh. Setelah semua persiapan matang, kalian bisa
melakukan akad nikah dan jadi suami istri secara sah dalam agama Islam. Kalian
BOLEH BERPESTA mengundang kerabat atau tetangga. Tapi, jangan kebablasan bikin
pesta lebay dan mewah tanpa masker di musim pandemi karena PESTA BUKAN SYARAT
SAH DAN BUKAN RUKUN PERNIKAHAN.
Nah, sekarang kalian udah pada tau proses ta’aruf yang bener itu kayak gimana.
Jadi, gue harap kalian gak sibuk mengelu-elukan dan mengidolakan para public
figure yang menjalani ta’aruf dengan cara yang salah.
“Kalo iri bilang, Boss!”
Nah, fans fanatik biasanya nyeletuk kaya gini kalo ada pembahasan atau
kritik terhadap ta’aruf yang salah kaprah. Buat apa iri sama pasangan yang belum
paham syariat, Jum? Bukannya minta bimbingan pada ahli agama (kyai, ustadz,
atau guru ngaji), tapi udah berani mempublikasikan hubungan “ta’aruf” ngawur
dan mengekspos screen capture whatsapp
yang saling mereka kirim ke ruang publik? Kalo boleh kasar, ini pembodohan pada
masyarakat awam. Gue kuatir, ini bakalan dicontoh sama khalayak kalo nggak
cepat-cepat diluruskan.
Sekedar sharing, ada juga kasus
salah satu teman gue yang jadi sasaran seorang pemuda yang kemakan euforia para
seleb "ta’aruf" ngawur. Temen gue dikejar terus lewat whatsapp. Trus sebelum seleb "ta’aruf" santer dihujat, kasus remaja
pacaran berkedok ta’aruf udah banyak di Indonesia. Sampai ada forum ta’aruf di
internet (gue lupa namanya) yang isinya cuma orang tukeran nomor HP, dan ga ada
bedanya kaya tinder. Ngakunya nggak pacaran, jarang ketemuan, tapi teleponan
dan tetap kontak di sosial media. Itu bukan ta’aruf, tapi sekedar LDR, Nyet!
Sekali lagi ya, Readers... Sekedar kenalan, tau nomor telepon, ketemuan dan
ngasih bunga (pertemuan antara mempelai itu sangat diminimalisir dalam
ta’aruf), ngajakin jogging bareng (bertemu langsung tanpa wali, atau orang
yang membantu proses ta’aruf, itu penyimpangan ta’aruf), teleponan, atau chatting, eh ujung-ujungnya nanyain tipe
suami/istri idaman, bilang kepengen 'memantaskan diri', blablabla (berkomunikasi
tanpa perantara orang ketiga kaya gini aja, udah melanggar syari’at ta’aruf. No hard feeling, ini sih modus), trus
ngajak kawin, NGGAK BISA disebut sebagai ta’aruf, guys.
Itu Cuma PERNIKAHAN DADAKAN.
Gue mau mengutip kalimat Wirda Mansur dalam menyikapi ta’aruf ngawur
penuh hujatan ini:
“Sejujurnya gue nggak setuju dengan konsep ‘mantesin diri buat seseorang’,
tar dianya kepedean, hehehe. Fokus perbaiki diri, nanti kalau kita baik, biar
Allah yang mempertemukan dengan yang terbaik. Aamiin”
Capek gue nulis. Tapi kalo ngga ditulis malah jadi uneg-uneg.
Semoga ini bisa jadi pelajaran, guys. Public
figure juga manusia, ada yang bisa dijadikan panutan, tapi kelakuan yang
keliru harus kita waspadai, jangan sampai kita tiru. So, jangan malas membaca, jangan malas mencari referensi atas hal-hal yang belum kita pahami (terutama hal baru), dan jangan latah!
Ingat kata Wirda Mansur: Fokus perbaiki diri, nanti kalau kita baik, biar
Allah yang mempertemukan dengan yang terbaik. Aamiin.
God bless you, guys!
No comments:
Post a Comment