Monday, July 20, 2020

SALAH KAPRAH TA’ARUF MASA KINI




Ciyyyeee Ta’aruf...
Oke, kalem dulu. Pasti kalian udah nggak asing lagi dengan kata Ta’aruf. Apalagi baru-baru ini ada selebriti Indonesia yang tau-tau nikah di usia muda dan ngakunya ta’aruf buat menghindari zina. Iya, mereka bilang, baru kenal dua bulan dan enggak pacaran.

Eits, tunggu!
Apakah ta’aruf sesederhana itu? Enggak pacaran? Langsung tembak, ngajak kawin?
Sayangnya, taa’ruf itu BUKAN ASAL kenal, liat muka; cakep, atau ancur, atau bikin sawan, trus ngobrol bentar baik langsung atau chatting di instant messenger, tau-tau ngajak kawin. Nggak sesederhana itu, Juminten.

Jujur, gue bukan fans dan gue bukan hater dari pasangan muda yang sekarang jadi bahan hujatan orang-orang karena pemahaman mereka yang SALAH KAPRAH tentang ta’aruf. Gue nggak kenal mereka kok, soalnya mereka nggak punya nama yang cukup besar di jagad hiburan. Sampe gue browsing dulu buat nyari tau siapa mereka yang jadi omongan di dunia maya.

FYI, gue bukan orang suci, bukan penceramah, bukan keturunan ustadz atau ustadzah apalagi habib, bukan juga ahli tafsir. Tapi kalo ada kesalahkaprahan di depan mata, gue merasa punya kewajiban buat ikut meluruskan sebelum kesalahkaprahan ini jadi hal yang diidolakan/diagung-agungkan masyarakat awam. Jadi sebelum kalian, remaja bucin, menyanjung mereka dengan sebutan “perfect couple”, “couple goal banget sih!”, “Subhanallah, Islami banget mereka!” dan blablabla, mending kita telaah lagi makna dan aturan ta’aruf.

Kalian yang muslim pasti udah tau kalo kata ta’aruf itu asalnya dari bahasa Arab: “ta’arafa” atau “yata’arafu” yang artinya saling mengenal. Ini dilakukan oleh laki-laki dan perempuan buat mengenal satu sama lain sebelum lanjut ke jenjang pernikahan.

“Kaya pacaran?”
Beda. Kalo pacaran kan biasanya lebih santai, bisa saling kontak langsung, ketemuan, kasih kejutan, kasih mawar atau kembang kuburan, ngobrol, nongkrong bareng di cafe atau pos hansip, dan sebagainya. Tapi pacaran dikhawatirkan akan memicu maksiat.

“Kalau ta’aruf?”
Ta’aruf dilakukan dengan tetap memperhatikan aturan agama Islam. Harus didampingi oleh pihak ketiga yang bisa menjadi penghubung atau perantara berkomunikasi dan memastikan agar syariat Islam tetap dijaga selama proses ta’aruf. Jadi kalian yang ta’aruf nggak bisa jalan berduaan sambil pandang-pandangan menikmati rasanya jatuh cinta sama orang cakep. Sekali lagi, nggak boleh.

“Jadi nggak boleh ya teleponan atau chattingan?”
Jangan. Itu jatohnya bakalan bablas jadi pacaran tanpa status. Kalian cuma membohongi diri sendiri dengan konsep pedekate Islami. Padahal, dalam Islam konsep pendekatan model kaya gitu itu nggak ada.

“Trus gimana caranya mengenal pasangan yang mau dinikahi kalo kontak langsung enggak boleh?”
Nah, itulah peran orang ketiga sebagai perantara. Selain itu, catat ini kalau mau ta’aruf:

1.     Buat tulisan tentang diri sendiri mencakup ciri-ciri fisik, kepribadian, riwayat pendidikan, pekerjaan, acuan akidah atau mahdzab yang dianut, hobi juga boleh ditulis sekalian, trus tulis juga visi misi menikah.

Eits, jangan lupa buat cerita tentang background keluarga, bisa mulai dari orang tua, sodara, dll. Boleh juga kok, kalian menulis tentang apa yang kalian inginkan dari pasangan, misal: ngga mau yang ngerokok, nggak mau sama yang hobby dandan menor, suka yang pribadinya seperti apa, pengetahuan agama, jenjang pendidikan, penampilan fisik kaya gimana, atau bahkan kelas ekonominya.

2.    Kalo kalian belum punya sasaran buat diajakin ta’aruf, jangan bingung. Kalian bisa minta rekomendasi teman, orang tua, guru/dosen, guru ngaji, saudara, dll.

3.    Udah ada sasaran biat diajakin ta’aruf? Datangi orang terdekatnya seperti sahabatnya, sodaranya, bisa juga langsung ngomong ke bapak atau ibunya, sampaikan tulisan yang udah lu bikin. Ntar biar calon pasangan lu baca biodata yang udah lu tulis, dan sebaliknya lu minta biodata dia. Jadi, kalian bisa punya gambaran tentang calon pasangan. Kalo ada hal lain yang mau ditanyakan tentang calon, hubungi orang terdekatnya: orang tua, sahabat, sodaranya, atau guru ngaji dia. JANGAN NYELONONG HUBUNGIN DIA LANGSUNG! Apalagi ngajak ngobrol sambil lari pagi. Itu pedekate namanya!

4.    Setelah ngerasa cocok dan pengen nikahin dia, kalian bisa melakukan nadzar. Nadzar itu ngeliat calon pasangan. Itu bisa dilakukan di rumah calon mempelai perempuan dan HARUS didampingi pihak ketiga. Di tahap ini kalian udah bisa nanya lebih jauh tentang kehidupan yang akan dijalani selama berumah tangga. Contohnya: istri boleh kerja nggak? Suami kudu bantuin pekerjaan rumah tangga apa enggak? Ntar rencananya mau punya anak berapa? Dst.

5.    Baru deh, kalian khitbah atau melamar secara resmi. Apakah harus selalu pihak laki-laki yang melamar? Nggak juga. Wali yang menawarkan anak perempuannya juga boleh melamar calon suami, guys.  Tapi, kalo di Indonesia kebanyakan laki-laki ya yang ngelamar calonnya. Khitbah ini tujuannya buat silaturahmi dan lebih mengenal keluarga. Nggak perlu terlalu meriah sampe bikin pesta-pesta yang malah bikin boros. Nggak baik.

6.    Akad deh. Setelah semua persiapan matang, kalian bisa melakukan akad nikah dan jadi suami istri secara sah dalam agama Islam. Kalian BOLEH BERPESTA mengundang kerabat atau tetangga. Tapi, jangan kebablasan bikin pesta lebay dan mewah tanpa masker di musim pandemi karena PESTA BUKAN SYARAT SAH DAN BUKAN RUKUN PERNIKAHAN.  

Nah, sekarang kalian udah pada tau proses ta’aruf yang bener itu kayak gimana. Jadi, gue harap kalian gak sibuk mengelu-elukan dan mengidolakan para public figure yang menjalani ta’aruf dengan cara yang salah.

“Kalo iri bilang, Boss!”
Nah, fans fanatik biasanya nyeletuk kaya gini kalo ada pembahasan atau kritik terhadap ta’aruf yang salah kaprah. Buat apa iri sama pasangan yang belum paham syariat, Jum? Bukannya minta bimbingan pada ahli agama (kyai, ustadz, atau guru ngaji), tapi udah berani mempublikasikan hubungan “ta’aruf” ngawur dan mengekspos screen capture whatsapp yang saling mereka kirim ke ruang publik? Kalo boleh kasar, ini pembodohan pada masyarakat awam. Gue kuatir, ini bakalan dicontoh sama khalayak kalo nggak cepat-cepat diluruskan.

Sekedar sharing, ada juga kasus salah satu teman gue yang jadi sasaran seorang pemuda yang kemakan euforia para seleb "ta’aruf" ngawur. Temen gue dikejar terus lewat whatsapp. Trus sebelum seleb "ta’aruf" santer dihujat, kasus remaja pacaran berkedok ta’aruf udah banyak di Indonesia. Sampai ada forum ta’aruf di internet (gue lupa namanya) yang isinya cuma orang tukeran nomor HP, dan ga ada bedanya kaya tinder. Ngakunya nggak pacaran, jarang ketemuan, tapi teleponan dan tetap kontak di sosial media. Itu bukan ta’aruf, tapi sekedar LDR, Nyet!

Sekali lagi ya, Readers... Sekedar kenalan, tau nomor telepon, ketemuan dan ngasih bunga (pertemuan antara mempelai itu sangat diminimalisir dalam ta’aruf), ngajakin jogging bareng (bertemu langsung tanpa wali, atau orang yang membantu proses ta’aruf, itu penyimpangan ta’aruf), teleponan, atau chatting, eh ujung-ujungnya nanyain tipe suami/istri idaman, bilang kepengen 'memantaskan diri', blablabla (berkomunikasi tanpa perantara orang ketiga kaya gini aja, udah melanggar syari’at ta’aruf. No hard feeling, ini sih modus), trus ngajak kawin, NGGAK BISA disebut sebagai ta’aruf, guys.
Itu Cuma PERNIKAHAN DADAKAN.

Gue mau mengutip kalimat Wirda Mansur dalam menyikapi ta’aruf ngawur penuh hujatan ini:
“Sejujurnya gue nggak setuju dengan konsep ‘mantesin diri buat seseorang’, tar dianya kepedean, hehehe. Fokus perbaiki diri, nanti kalau kita baik, biar Allah yang mempertemukan dengan yang terbaik. Aamiin”

Capek gue nulis. Tapi kalo ngga ditulis malah jadi uneg-uneg.
Semoga ini bisa jadi pelajaran, guys. Public figure juga manusia, ada yang bisa dijadikan panutan, tapi kelakuan yang keliru harus kita waspadai, jangan sampai kita tiru. So, jangan malas membaca, jangan malas mencari referensi atas hal-hal yang belum kita pahami (terutama hal baru), dan jangan latah!

Ingat kata Wirda Mansur: Fokus perbaiki diri, nanti kalau kita baik, biar Allah yang mempertemukan dengan yang terbaik. Aamiin.

God bless you, guys!


No comments:

Post a Comment