Wednesday, December 23, 2015

SKEMA BARU GLOBAL ALLIANCE PERUSAHAAN MID-RANKING DAN SME JEPANG 2015 SEBAGAI USAHA PENGEMBANGAN INVESTMENT ALLIANCE JEPANG DENGAN PERUSAHAAN ASING

Disusun sebagai Ujian Akhir Semester ganjil 2015
Mata kuliah: Budaya Korporasi dan Manajemen Jepang
Dosen Pengampu: Dr. Sudung Manurung
Oleh: Rizki Hakiki Valentine
Pascasarjana Kajian Wilayah Jepang UI

1.      Pendahuluan
Jepang kini menghadapi perubahan situasi ekonomi yang sangat pesat sekaligus stagnansi ekonomi pasar. Pada situasi seperti ini, penting bagi Jepang untuk menambah opsi-opsi dalam menjalankan badan usaha ketika memilih pendekatan bisnis dan sumber daya manajemen.
Perusahaan modal merapat pada perusahaan asing untuk meningkatkan modal mereka sendiri dan menerima pendanaan dari luar negeri. Bagaimanapun juga, beberapa hubungan dengan bisnis luar negeri turut berkontribusi pada peningkatan kualitas teknologi, pengembangan produk baru, perluasan channel penjualan di dalam dan di luar Jepang, serta mengembangkan bisnis dan badan usaha ke luar negeri. Hal ini efektif dilakukan ketika kemitraan dengan pihak asing tidak hanya berkisar pada penanaman modal, namun juga keahlian teknis dan manajemen.
Industri kecil  dan   menengah   dinilai  dapat  berperan postif sebagai stimulus ekonomi suatu negara. Industri ini juga menjadi pendorong penciptaan pekerjaan dan pendapatan dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan besar dan transnasional yang kontribusinya kurang signifikan. SME dianggap sebagai jawaban dari harapan dari suatu negara akan adanya penekanan terhadap disparitas ekonomi melalui persebaran ekonomi yang tidak hanya terpusat di kota saja. SME ini dijadikan sebagai tumpuan ketahanan ekonomi domestik yang rentan akibat adanya praktik-praktik liberalisasi ekonomi  yang  diberlakukan  oleh  rezim   internasional.
Selain  itu,   pada  dasarnya  Jepang  sendiri memang merupakan   salah satu   negara yang mempunyai perhatian besar terhadap sektor industri kecil dan menengah ini. Di antara negara-negara   OECD,   Jepang   merupakan   negara   yang   mempunyai   jumlah   SME terbesar selain Italia. Jepang juga merupakan negara yang serius menggarap sektor industri kecil dan menengahnya. Keseriusan tersebut ditunjukkan dengan dibentuknya Small and Medium Enterprises Agency (SMEA) pada tahun 1948. Menurut data dari Ministry of Economy, Trade and Industry (METI), pada tahun 2005, ada sebanyak 4,69 Juta SME di Jepang yang berarti sebanyak 99,7 persen dari total perusahaan di Jepang.
Sebagai regulator atau pembuat keputusan, pemerintah Jepang berusaha menciptakan kebijakan pendukung iklim kerjasama yang harmonis dan strategi industri yang tidak tumpang tindih antara pihaknya sendiri dengan berbagai perusahaan swasta, maupun antara pihak swasta itu sendiri. Pemerintah Jepang memiliki dukungan yang sangat besar bagi SME dengan usaha untuk mempromosikan kemunculan dan perkembangan SME yang berdinamika, efisien, kompetitif, dan independen sehingga memiliki kontribusi dalam upaya pemulihan ekonomi dan peningkatan struktur industri negara.
SME wajar sangat didorong untuk segera kembali berdiri tegak karena SME memegang peran krusial dalam perekonomian Jepang itu sendiri. Terbukti dari besarnya proporsi jumlah SME di dalam perekonomian Jepang yang merupakan mayoritas jenis dari perusahaan yang berkembang di Jepang. Keberhasilan SME ini juga salah satunya dapat kita lihat dari Gross domestic Product (GDP) Jepang yang bahkan malah mengalami peningkatan dari yang awalnya sekitar 5.497.812 billion USD pada tahun 2011 menjadi 5.867.154 pada tahun 2012.
Dengan begitu, ditengah persaingan global dan stagnansi ekonomi Jepang dewasa ini, aliansi bisnis merupakan salah satu hal yang perlu dipertimbangkan oleh industri dan badan usaha Jepang. Dalam aliansi bisnis terdapat salah satu tipe aliansi yang disebut dengan investment alliance.
Dalam hal ini METI akan mengembangkan skema baru di mana organisasi yang relevan mendukung membentuk investment alliance antara perusahaan Jepang mid-ranking dan SME, dengan perusahaan asing dalam rangka untuk mempromosikan ekspansi ke luar negeri dengan memanfaatkan potensi teknologi yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan Jepang.
Dari pemaparan di atas, makalah ini berusaha mengkaji dukungan usaha aliansi perusahaan mid-ranking dan SME Jepang dengan perusahaan asing serta menganalisis kepentingan serta resikonya.

2.      Kerangka Pemikiran
Aliansi bisnis adalah perjanjian antara perusahaan, biasanya dimotivasi oleh pengurangan biaya dan peningkatan layanan bagi pelanggan. Aliansi sering dibatasi oleh perjanjian tunggal dengan risiko yang adil dan berbagi kesempatan bagi semua pihak yang terlibat dan biasanya dikelola oleh tim proyek terpadu.
Berikut adalah beberapa tipe aliansi bisnis:
·         Sales alliance : sebuah aliansi penjualan yang terjadi ketika dua perusahaan setuju untuk mengeksplor pasar bersama-sama untuk menjual produk dan layanan pelengkap.
·         Solution specific alliance: sebuah aliansi-solusi spesifik terjadi ketika dua perusahaan sepakat untuk bersama-sama mengembangkan dan menjual solusi pasar yang spesifik.
·         Geographic-specific alliance: sebuah aliansi geografis yang khusus dikembangkan ketika dua perusahaan sepakat untuk bersama-sama memasarkan atau co-brand dari produk dan layanan mereka di wilayah geografis tertentu.
·         Investment alliance: sebuah aliansi investasi yang terjadi ketika dua perusahaan sepakat untuk bergabung dananya untuk saling investasi. Investment alliance juga merupakan bentuk investasi asing langsung.
·         Joint venture: sebuah aliansi yang terjadi ketika dua atau lebih perusahaan setuju untuk menjalankan aktivitas ekonomi bersama.
Dalam banyak kasus, aliansi antara perusahaan dapat melibatkan dua atau lebih kategori atau jenis aliansi. Dari sekian banyak tipe aliansi dalam aliansi bisnis, penulis melihat investment alliance sebagai hal yang dominan dalam makalah ini untuk dibahas dalam kasus aliansi global perusahaan mid-ranking dan SME Jepang dengan perusahaan asing.

3.      Alasan dan Tujuan Investment Alliance Perusahaan Mid-Ranking dan SME dengan Perusahaan Asing
Sumber daya saing manufaktur Jepang adalah teknologi yang ada dalam perusahaan mid-ranking dan SME. Namun, teknologi-teknologi tersebut tidak cukup dimanfaatkan secara efisien. Mayoritas SME Jepang adalah mengakui perlunya membentuk aliansi dengan perusahaan asing. Banyak SME dan perusahaan mid-rangking yang diidentifikasi sebagai kandidat potensial yang dapat mengembangkan kemitraan penjualan dan kerja sama teknis dengan perusahaan asing dalam aliansi investasi.
Untuk mempromosikan ekspansi bisnis perusahaan mid-ranking dan SME Jepang ke luar negeri dengan mengeksplorasi potensi teknologi perusahaan Jepang, Japan External Trade Organisation (JETRO) berperan sebagai koordinator untuk menyalurkan penawaran perusahaan-perusahaan asing ke organisasi-organisasi yang relevan, kemudian mendukung aliansi investasi antara perusahaan asing tersebut dengan SME dan perusahaan mid-ranking Jepang. Hal ini karena Jepang juga menilai perusahaan asing dapat memanfaatkan sumber daya bisnisnya dengan lebih optimal sekaligus mengaplikasikan kinerja yang berorientasi pada prinsip ‘know-how’. Selain itu Jepang juga merasa perlu memperluas jaringan luar negeri bersama perusahaan-perusahaan asing yang bermitra dengannya dalam aliansi investasi.

Alasan lain adalah pemilik SME Jepang yang semakin berusia lanjut dan membutuhkan pemilik baru untuk mengambil alih bisnis mereka, ini akibatnya mendorong kepentingan mereka dalam membentuk aliansi investasi dengan perusahaan asing. Berikut adalah diagram pembagian usia eksekutif Jepang dan pemilik badan usaha SME yang berusia lebih dari 60 tahun berdasarkan data dari Teikoku Databank “National CEO Survey”.

Distribution of Japanese executives by age and the proportion of owners aged 60+ years
data from Teikoku Databank “National CEO Survey”

1.      Skema Dukungan Aliansi Global Perusahaan Mid-Ranking dengan SME
Pada langkah pertamanya di tahun 2015, METI akan membangun Global Alliance Promotion Offices di SME Support, Jepang, the Shoko Chukin Bank, dan SBIC serta mengembangkan sistem yang sesuai dengan kolaborasi antara perusahaan asing, perusahaan mid-ranking dan SME Jepang dengan JETRO. Perihal dimana partisipasi perusahaan asing – dalam sektor investasi atau manajemen – akan membawa Jepang dalam perluasan sales channel ke luar negeri sehingga akan mendukung pemanfaatan SME Growth Support Fund. Dana dapat disalurkan seperti skema berikut ini:
Promotion Scheme for Global Alliances for Mid-ranking Companies and SMEs
http://www.meti.go.jp/english/press/2015/pdf/0929_01a.pdf

Aliansi investasi adalah salah satu bentuk investasi asing langsung, tetapi jumlah aliansi investasi masuk di Jepang masih pada tingkat rendah, dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya.
Pembentukan skema ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan ekspansi ke luar negeri dari perusahaan mid-ranking Jepang dan SME serta penciptaan lapangan kerja domestik dan revitalisasi ekonomi daerah melalui peningkatan investasi langsung asing di Jepang. Dengan kondisi ekonomi daerah yang direvitalisasi dan berkembang dengan baik, maka akan semakin besar kemungkinan penawaran investment alliance dari perusahaan asing yang ingin berbisnis dan berinvestasi di Jepang.

1.      Usaha Pemerintah Mempromosikan Investment Alliance dengan Perusahaan Asing
Pada saat ini, pemerintah Jepang sedang mengembangkan berbagai skema dan dukungan terhadap perusahaan asing yang tengah membentuk aliansi investasi dengan perusahaan-perusahaan Jepang. Dukungan-dukungan tersebut antara lain tampak pada:
I.                    Dukungan terhadap perusahaan asing untuk masuk ke Jepang
        JETRO (Japan External TRade Organization), agen publik yang menyediakan kemudahan dan dukungan bagi perusahaan asing untuk bisa masuk ke Jepang.  Hingga Januari 2015, JETRO ada di 41 lokasi di dalam negeri Jepang dan 76 tempat dalam 56 negara asing.
        IBSC (The Invest Japan Business Support Center) akan menyediakan one-stop services yang dapat memberikan informasi, memperkenalkan para spesialis, menyewakan kantor bagi perusahaan asing yang baru masuk ke Jepang dan konsultan penyesuaian bisnis asing ke Jepang
II.                 Menyediakan bantuan untuk SME Jepang yang mencari penerus usaha
        Agen publik seperti SMEA (Small and Medium Enterprise Agency) dan SMRJ (Organization for Small & Medium Enterprises and Regional Innovation, JAPAN) menyediakan informasi dan memperkenalkan para spesialis pada pemilik badan usaha yang mencari penerus usahanya
        Local chambers of commerce dapat melayani sebagai jendela konsultasi yang amat esensial bagi suksesi perusahaan dan akan mendukung aliansi investasi SME Jepang.
III.                Membuat panduan tata kelola perusahaan
Membuat aturan tata kelola perusahaan (“Guidelines on external directors” and “Codes of stewardship”) untuk memelihara tata kelola perusahaan yang baik bagi perusahaan Jepang dan investor institusional untuk menumbuhkan rasa percaya dari investor asing.
IV.               Reformasi aturan
Untuk mengembangkan Jepang menjadi “world’s best environment for companies”, pemerintah telah mendesain zona khusus di bawah sistem “National Strategic Special Zones”.  Ikhtisarnya meliputi (1) penyederhanaan dan mempercepat prosedur hukum untuk mendirikan perusahaan Jepang milik perusahaan asing (2) menghilangkan hambatan untuk melakukan bisnis di Jepang, seperti pembatasan dalam merekrut karyawan.

2.      Faktor yang Dapat Mendukung Kesuksesan Investment Alliance Jepang
a.      Kemampuan mendefinisikan dan mengkomunikasikan tujuan investment alliance antara satu sama lain
FDI harus dipertimbangkan dengan alasan untuk memilih aliansi investasi sebagai metode, bukan pendirian pabrik dan fasilitas oleh mereka sendiri, serta manfaat dan efek sinergi dengan rekan-rekan.
Juga, perusahaan asing tidak boleh secara sepihak mengeluarkan syarat  negosiasi, serta sangat penting untuk berbicara dengan manajemen dan personil dari perusahaan Jepang dan mengembangkan lingkungan yang kooperatif bersama-sama. Perusahaan Jepang khususnya memiliki karyawan yang sangat berkualitas dengan tingkat turn-over yang rendah, namun mereka memiliki beberapa pengalaman aliansi investasi dan banyak dari karyawan mereka yang masih tidak terbiasa aliansi investasi dengan perusahaan asing. Sebagai motivasi terkait dengan pengembangan sinergi, sangat penting dipahami bahwa komunikasi dilakukan dengan tidak hanya dalam  lingkup manajemen tetapi juga dengan personil umum.
Untuk tujuan ini, penting tujuan dari aliansi investasi diatur dan dikomunikasikan dengan rekan-rekan aliansi manajemen Jepang. Diperlukan koomunikasi langsung dan meyakinkan personil rekan-rekan 'pada tujuan dan niat dari pihak asing untuk membentuk hubungan jangka panjang. Selain itu, penting untuk terus mengungkapkan tujuan aliansi investasi di acara-acara seperti rapat dan pertemuan-pertemuan resmi untuk mencapai saling pengertian karena ini akan membawa kesuksesan aliansi investasi
b.      Membangun kepercayaan bersama
Keputusan untuk membentuk aliansi investasi merupakan tanggung jawab utama bagi kedua perusahaan sehubungan dengan masa depan perusahaan. Karena itu, kepercayaan adalah hal yang penting bagi para pihak yang beraliansi dalam investasi termasuk eksekutif perusahaan untuk menyampaikan dan saling berkmunikasi mengenai tujuan bersama dari negosiasi tersebut.
Secara khusus, sehubungan dengan aliansi investasi dengan perusahaan Jepang, perusahaan-perusahaan Jepang cenderung memilih aliansi investasi dengan perusahaan yang sudah dipupuk rasa saling percaya. Sebaliknya, membuat proposal bisnis yang besar, seperti aliansi investasi untuk perusahaan Jepang dengan tingkat kepercayaan yang kurang dapat menyebabkan hasil yang kontraproduktif. Gaya negosiasi dengan manajemen Jepang adalah sebuah proses membutuhkan pertimbangan (yang berbeda dengan negosiasi dengan manajemen di perusahaan-perusahaan barat), membutuhkan kehati-hatian, pertemuan yang berkali-kali dan waktu yang cukup lama untuk mencapai keputusan.
Penting untuk secara melakukan negosiasi secara bertahap dan melaksanakan proses integrasi sambil mendengarkan pendapat dari mitra Jepang. Jika memungkinkan, akan lebih baik jika melaksanakan negosiasi dari aliansi investasi dengan mitra bisnis yang ada (seperti pembeli / pemasok dll).
c.       Memberdayakan para spesialis yang sudah familiar dengan Jepang
Sinergi dari aliansi investasi dapat dihasilkan melalui pemahaman perbedaan antara kebiasaan bisnis dan sistem hukum di Jepang dan luar negeri. Pemahaman tentang sistem lingkungan bisnis lokal, hukum dan perpajakan sangat penting untuk negosiasi halus dan PMI dalam aliansi investasi.
Secara khusus, dalam kasus investasi aliansi negosiasi dengan perusahaan Jepang, mungkin perlu untuk menyewa profesional dengan pengetahuan hukum Jepang dan sistem pajak, dan pengalaman dalam melaksanakan negosiasi dalam bahasa Jepang dan asing.
Untuk tujuan ini, ketika melakukan aliansi investasi, perlu untuk menetapkan karyawan in-house dengan pemahaman pasar dan ahli pengetahuan Jepang yang baik untuk menjadi tim. Jika tidak ada karyawan ahli in-house, maka perlu menggunakan jasa ahli dari luar yang familiar dengan pasar Jepang ketika melakukan negosiasi aliansi investasi.

3.       Resiko
Dalam pelaksanaan investment alliance, tentu terdapat resiko yang perlu diwaspadai. Resiko berikut bisa muncul terkait dengan pelaksanaan aliansi investasi dengan perusahaan Jepang.  Untuk mengurangi resiko ini, perlu untuk mempertimbangkan prosedur aliansi sesuai dengan keberhasilan faktor hand in hand.
i.                    Obstacles in investment alliance negotiations
Perusahaan Jepang biasanya menginginkan retensi manajemen dan personel bersama dengan nilai penjualan perusahaan yang tinggi. Persyaratan untuk menghasilkan sinergi yang memenuhi harga pembelian oleh perusahaan asing menghambat pengembangan tujuan umum, namun negosiasi yang tepat dapat menghadapi kendala ini.
ii.                  Internal confusion within Japanese companies
Karena banyak mitra aliansi Jepang memiliki karyawan yang tidak mahir dalam menggunakan bahasa Inggris atau tidak terbiasa untuk berkomunikasi dengan orang asing, maka, pelaksanaan integrasi tanpa sosialisasi terlebih dahulu dapat menyebabkan kebingungan dalam perusahaan. Selanjutnya, karyawan dapat menjadi bingung dengan perubahan yang cepat yang dibuat oleh aliansi investasi, dan mungkin membangkitkan omset hanya akan dilakukan oleh personil inti yang memiliki teknologi dan pengetahuan pemasaran yang baik.
iii.                Defect revealed during the PMI process
Kesalahan selama proses PMI, yang tidak diketahui sebelum pembentukan aliansi investasi (seperti rincian perjanjian dengan klien dan kondisi di pabrik) dan dapat menyebabkan kerugian Karena itu dibutuhkan kepercayaan bersama dan keberadaan orang yang ahli dalam perkembangan pasar dan pengetahuan yang baik tentang situasi bisnis Jepang.

4.      Kesimpulan
Keberhasilan SME salah satunya dapat lihat dari Gross domestic Product (GDP) Jepang yang bahkan terus mengalami peningkatan. Dari fakta inilah, maka dapat dipahami bahwa SME di Jepang telah membentuk kerangka ekonomi Jepang yang dapat berperan aktif dalam revitalisasi ekonomi Jepang. Sehingga SME ini dijadikan sebagai tumpuan ketahanan ekonomi domestik yang rentan akibat adanya praktik-praktik liberalisasi ekonomi  yang  diberlakukan  oleh  rezim   internasional. Maka tak heran jika pemerintah Jepang memberikan dukungan yang sangat besar bagi SME dengan usaha untuk mempromosikan kemunculan dan perkembangan SME yang berdinamika, efisien, kompetitif, dan independen sehingga memiliki kontribusi dalam upaya pemulihan ekonomi dan peningkatan struktur industri negara.
            Upaya pengaturan skema baru dalam aliansi global antara SME dan perusahaan mid-ranking merupakan salah satu cara untuk mengembangkan aliansi investasi dengan perusahaan asing. Sebab aliansi global antara SME dan perusahaan mid-ranking diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan ekspansi ke luar negeri dari perusahaan mid-ranking Jepang dan SME serta penciptaan lapangan kerja domestik dan revitalisasi ekonomi daerah melalui peningkatan investasi langsung asing di Jepang.
Mayoritas SME Jepang adalah mengakui perlunya membentuk aliansi dengan perusahaan asing. Banyak SME dan perusahaan mid-rangking yang diidentifikasi sebagai kandidat potensial yang dapat mengembangkan kemitraan penjualan dan kerja sama teknis dengan perusahaan asing dalam aliansi investasi. Untuk itu pemerintah Jepang menggerakkan JETRO, IBSC, SMEA dan agen-agen lain untuk mendukung aliansi investasi SME, perusahaan mid-ranking dan perusahaan asing.
Membangun investment alliance dengan perusahaan asing memang beresiko, namun, pemerintah Jepang telah membuat kebijakan-kebijakan dan perubahan aturan untuk memudahkan pembangunan aliansi. Dengan memperhatikan faktor-faktor kunci yang bisa menyokong kesuksesan aliansi investasi, resiko tersebut dapat diminimalisir.

DAFTAR PUSTAKA
-----日本の中堅・中小企業のグローバルアライアンスを推進します~外国企業との投資提携を推進する体制を新たに整備します~
    (http://www.meti.go.jp/press/2015/09/20150929003/20150929003.html)
-------- Promotion Scheme for Global Alliances for Mid-ranking Companies and SMEs
     (http://www.meti.go.jp/english/press/2015/pdf/0929_01a.pdf)
-------- Distribution of Japanese executives by age and the proportion of owners aged 60+ years. Data from Teikoku Databank “National CEO Survey”
Dennis Jr., William J., ‘Entrepreneurship, Small Business and Public Policy Levers’, Journal of Small Business Management, 49 (2011)
Honjo, Y., and N. Harada, ‘SME Policy, Financial Structure and Firm Growth: Evidence from Japan’, Small Business Economics, 27 (2006)
Kitayama, Toshiya, 'Local Governments and Small and Medium-sized Enterprises,' in Kim et al. (eds.) (1995) The Japanese Civil Service and Economic Development (Oxford: Clarendon, 1995)
Lam, W. Raphael and Jongsoon Shin,, ‘What Role Can Financial Policies Play in Revitalizing SMEs in Japan?’ (International Monetary Fund, 2012)
Small Business Research Institute. 'White Paper on Small and Medium-sized Enterprises in Japan.' (Small and Medium Enterprise Agency, Ministry of Economy, Trade and Industry, 2011).
Small Business Research Institute. 'White Paper on Small and Medium-sized Enterprises in Japan.' (Small and Medium Enterprise Agency, Ministry of Economy, Trade and Industry, 2012).
Yuhua, Bernadine Zhang. APEC Policy Support Unit POLICY BRIEF No. 12 March 2015. ‘SME Internationalization and Measurement’.


No comments:

Post a Comment