Disusun sebagai Ujian Akhir
Semester ganjil 2015
Mata kuliah: Budaya Korporasi dan
Manajemen Jepang
Dosen Pengampu: Dr. Sudung Manurung
Oleh: Rizki Hakiki Valentine
Pascasarjana Kajian Wilayah Jepang
UI
1.
Pendahuluan
Jepang kini menghadapi perubahan
situasi ekonomi yang sangat pesat sekaligus stagnansi ekonomi pasar. Pada
situasi seperti ini, penting bagi Jepang untuk menambah opsi-opsi dalam
menjalankan badan usaha ketika memilih pendekatan bisnis dan sumber daya
manajemen.
Perusahaan modal merapat pada perusahaan
asing untuk meningkatkan modal mereka sendiri dan menerima pendanaan dari luar
negeri. Bagaimanapun juga, beberapa hubungan dengan bisnis luar negeri turut
berkontribusi pada peningkatan kualitas teknologi, pengembangan produk baru,
perluasan channel penjualan di dalam dan di luar Jepang, serta mengembangkan
bisnis dan badan usaha ke luar negeri. Hal ini efektif dilakukan ketika
kemitraan dengan pihak asing tidak hanya berkisar pada penanaman modal, namun
juga keahlian teknis dan manajemen.
Industri kecil dan
menengah dinilai dapat
berperan postif sebagai stimulus ekonomi suatu negara. Industri ini juga
menjadi pendorong penciptaan pekerjaan dan pendapatan dibandingkan dengan
perusahaan-perusahaan besar dan transnasional yang kontribusinya kurang
signifikan. SME dianggap sebagai jawaban dari harapan dari suatu negara akan
adanya penekanan terhadap disparitas ekonomi melalui persebaran ekonomi yang
tidak hanya terpusat di kota saja. SME ini dijadikan sebagai tumpuan ketahanan
ekonomi domestik yang rentan akibat adanya praktik-praktik liberalisasi ekonomi yang
diberlakukan oleh rezim internasional.
Selain itu,
pada dasarnya Jepang
sendiri memang merupakan salah
satu negara yang mempunyai perhatian
besar terhadap sektor industri kecil dan menengah ini. Di antara negara-negara OECD,
Jepang merupakan negara
yang mempunyai jumlah
SME terbesar selain Italia. Jepang juga merupakan negara yang serius
menggarap sektor industri kecil dan menengahnya. Keseriusan tersebut
ditunjukkan dengan dibentuknya Small and Medium Enterprises Agency (SMEA) pada
tahun 1948. Menurut data dari Ministry
of Economy, Trade and Industry (METI), pada tahun
2005, ada sebanyak 4,69 Juta SME di Jepang yang berarti sebanyak 99,7 persen
dari total perusahaan di Jepang.
Sebagai regulator
atau pembuat keputusan, pemerintah Jepang berusaha menciptakan kebijakan
pendukung iklim kerjasama yang harmonis dan strategi industri yang tidak
tumpang tindih antara pihaknya sendiri dengan berbagai perusahaan swasta,
maupun antara pihak swasta itu sendiri. Pemerintah Jepang memiliki dukungan
yang sangat besar bagi SME dengan usaha untuk mempromosikan kemunculan dan
perkembangan SME yang berdinamika, efisien, kompetitif, dan independen sehingga
memiliki kontribusi dalam upaya pemulihan ekonomi dan peningkatan struktur
industri negara.
SME wajar sangat didorong untuk
segera kembali berdiri tegak karena SME memegang peran krusial dalam
perekonomian Jepang itu sendiri. Terbukti dari besarnya proporsi jumlah SME di
dalam perekonomian Jepang yang merupakan mayoritas jenis dari perusahaan yang
berkembang di Jepang. Keberhasilan SME ini juga salah satunya dapat kita lihat
dari Gross domestic Product (GDP) Jepang yang bahkan malah mengalami
peningkatan dari yang awalnya sekitar 5.497.812 billion USD pada tahun 2011
menjadi 5.867.154 pada tahun 2012.
Dengan begitu, ditengah persaingan
global dan stagnansi ekonomi Jepang dewasa ini, aliansi bisnis merupakan salah
satu hal yang perlu dipertimbangkan oleh industri dan badan usaha Jepang. Dalam
aliansi bisnis terdapat salah satu tipe aliansi yang disebut dengan investment alliance.
Dalam hal ini METI akan
mengembangkan skema baru di mana organisasi yang relevan mendukung membentuk investment alliance antara perusahaan
Jepang mid-ranking dan SME, dengan
perusahaan asing dalam rangka untuk mempromosikan ekspansi ke luar negeri
dengan memanfaatkan potensi teknologi yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan
Jepang.
Dari
pemaparan di atas, makalah ini berusaha mengkaji dukungan usaha aliansi
perusahaan mid-ranking dan SME Jepang dengan perusahaan asing serta
menganalisis kepentingan serta resikonya.
2.
Kerangka
Pemikiran
Aliansi bisnis adalah perjanjian
antara perusahaan, biasanya dimotivasi oleh pengurangan biaya dan peningkatan
layanan bagi pelanggan. Aliansi sering dibatasi oleh perjanjian tunggal dengan
risiko yang adil dan berbagi kesempatan bagi semua pihak yang terlibat dan
biasanya dikelola oleh tim proyek terpadu.
Berikut
adalah beberapa tipe aliansi bisnis:
·
Sales
alliance : sebuah aliansi penjualan yang terjadi ketika dua
perusahaan setuju untuk mengeksplor pasar bersama-sama untuk menjual produk dan
layanan pelengkap.
·
Solution
specific alliance: sebuah aliansi-solusi spesifik terjadi
ketika dua perusahaan sepakat untuk bersama-sama mengembangkan dan menjual
solusi pasar yang spesifik.
·
Geographic-specific
alliance: sebuah aliansi geografis yang khusus dikembangkan
ketika dua perusahaan sepakat untuk bersama-sama memasarkan atau co-brand dari
produk dan layanan mereka di wilayah geografis tertentu.
·
Investment
alliance: sebuah aliansi investasi yang terjadi ketika dua
perusahaan sepakat untuk bergabung dananya untuk saling investasi. Investment alliance juga merupakan bentuk
investasi asing langsung.
·
Joint
venture: sebuah aliansi yang terjadi ketika dua atau lebih
perusahaan setuju untuk menjalankan aktivitas ekonomi bersama.
Dalam banyak kasus, aliansi antara
perusahaan dapat melibatkan dua atau lebih kategori atau jenis aliansi. Dari
sekian banyak tipe aliansi dalam aliansi bisnis, penulis melihat investment
alliance sebagai hal yang dominan dalam makalah ini untuk dibahas dalam kasus
aliansi global perusahaan mid-ranking dan SME Jepang dengan perusahaan asing.
3.
Alasan
dan Tujuan Investment Alliance Perusahaan
Mid-Ranking dan SME dengan Perusahaan
Asing
Sumber
daya saing manufaktur Jepang adalah teknologi yang ada dalam perusahaan
mid-ranking dan SME. Namun, teknologi-teknologi tersebut tidak cukup
dimanfaatkan secara efisien. Mayoritas SME Jepang adalah mengakui perlunya
membentuk aliansi dengan perusahaan asing. Banyak SME dan perusahaan
mid-rangking yang diidentifikasi sebagai kandidat potensial yang dapat
mengembangkan kemitraan penjualan dan kerja sama teknis dengan perusahaan asing
dalam aliansi investasi.
Untuk
mempromosikan ekspansi bisnis perusahaan mid-ranking dan SME Jepang ke luar
negeri dengan mengeksplorasi potensi teknologi perusahaan Jepang, Japan
External Trade Organisation (JETRO) berperan sebagai koordinator untuk
menyalurkan penawaran perusahaan-perusahaan asing ke organisasi-organisasi yang
relevan, kemudian mendukung aliansi investasi antara perusahaan asing tersebut
dengan SME dan perusahaan mid-ranking Jepang. Hal ini karena Jepang juga
menilai perusahaan asing dapat memanfaatkan sumber daya bisnisnya dengan lebih
optimal sekaligus mengaplikasikan kinerja yang berorientasi pada prinsip
‘know-how’. Selain itu Jepang juga merasa perlu memperluas jaringan luar negeri
bersama perusahaan-perusahaan asing yang bermitra dengannya dalam aliansi
investasi.
Alasan lain adalah
pemilik SME Jepang yang semakin berusia lanjut dan membutuhkan pemilik baru
untuk mengambil alih bisnis mereka, ini akibatnya mendorong kepentingan mereka
dalam membentuk aliansi investasi dengan perusahaan asing. Berikut adalah
diagram pembagian usia eksekutif Jepang dan pemilik badan usaha SME yang
berusia lebih dari 60 tahun berdasarkan data dari Teikoku
Databank “National CEO Survey”.
Distribution of Japanese
executives by age and the proportion of owners aged 60+ years
data from Teikoku Databank
“National CEO Survey”
1.
Skema
Dukungan Aliansi Global Perusahaan Mid-Ranking
dengan SME
Pada langkah
pertamanya di tahun 2015, METI akan membangun Global Alliance Promotion Offices
di SME Support, Jepang, the Shoko Chukin Bank, dan SBIC serta mengembangkan
sistem yang sesuai dengan kolaborasi antara perusahaan asing, perusahaan
mid-ranking dan SME Jepang dengan JETRO. Perihal dimana partisipasi perusahaan
asing – dalam sektor investasi atau manajemen – akan membawa Jepang dalam
perluasan sales channel ke luar negeri sehingga akan mendukung pemanfaatan SME
Growth Support Fund. Dana dapat disalurkan seperti skema berikut ini:
Promotion Scheme for Global
Alliances for Mid-ranking Companies and SMEs
http://www.meti.go.jp/english/press/2015/pdf/0929_01a.pdf
Aliansi investasi adalah salah satu
bentuk investasi asing langsung, tetapi jumlah aliansi investasi masuk di
Jepang masih pada tingkat rendah, dibandingkan dengan negara-negara maju
lainnya.
Pembentukan skema ini diharapkan
dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan ekspansi ke luar negeri dari
perusahaan mid-ranking Jepang dan SME
serta penciptaan lapangan kerja domestik dan revitalisasi ekonomi daerah
melalui peningkatan investasi langsung asing di Jepang. Dengan kondisi ekonomi
daerah yang direvitalisasi dan berkembang dengan baik, maka akan semakin besar
kemungkinan penawaran investment alliance
dari perusahaan asing yang ingin berbisnis dan berinvestasi di Jepang.
1.
Usaha
Pemerintah Mempromosikan Investment Alliance dengan Perusahaan Asing
Pada saat ini, pemerintah Jepang
sedang mengembangkan berbagai skema dan dukungan terhadap perusahaan asing yang
tengah membentuk aliansi investasi dengan perusahaan-perusahaan Jepang.
Dukungan-dukungan tersebut antara lain tampak pada:
I.
Dukungan
terhadap perusahaan asing untuk masuk ke Jepang
•
JETRO (Japan External TRade
Organization), agen publik yang menyediakan kemudahan dan dukungan bagi
perusahaan asing untuk bisa masuk ke Jepang.
Hingga Januari 2015, JETRO ada di 41 lokasi di dalam negeri Jepang dan
76 tempat dalam 56 negara asing.
•
IBSC (The Invest Japan Business Support
Center) akan menyediakan one-stop
services yang dapat memberikan informasi, memperkenalkan para spesialis,
menyewakan kantor bagi perusahaan asing yang baru masuk ke Jepang dan konsultan
penyesuaian bisnis asing ke Jepang
II.
Menyediakan
bantuan untuk SME Jepang yang mencari penerus usaha
•
Agen publik seperti SMEA (Small and
Medium Enterprise Agency) dan SMRJ (Organization for Small & Medium
Enterprises and Regional Innovation, JAPAN) menyediakan informasi dan
memperkenalkan para spesialis pada pemilik badan usaha yang mencari penerus
usahanya
•
Local
chambers of commerce dapat melayani sebagai jendela
konsultasi yang amat esensial bagi suksesi perusahaan dan akan mendukung
aliansi investasi SME Jepang.
III.
Membuat
panduan tata kelola perusahaan
Membuat aturan tata kelola
perusahaan (“Guidelines on external directors” and “Codes of stewardship”) untuk
memelihara tata kelola perusahaan yang baik bagi perusahaan Jepang dan investor
institusional untuk menumbuhkan rasa percaya dari investor asing.
IV.
Reformasi
aturan
Untuk mengembangkan Jepang menjadi “world’s
best environment for companies”, pemerintah telah mendesain zona khusus di
bawah sistem “National Strategic Special Zones”. Ikhtisarnya meliputi (1) penyederhanaan dan
mempercepat prosedur hukum untuk mendirikan perusahaan Jepang milik perusahaan
asing (2) menghilangkan hambatan untuk melakukan bisnis di Jepang, seperti
pembatasan dalam merekrut karyawan.
2.
Faktor
yang Dapat Mendukung Kesuksesan Investment Alliance Jepang
a.
Kemampuan
mendefinisikan dan mengkomunikasikan tujuan investment alliance antara satu
sama lain
FDI
harus dipertimbangkan dengan alasan untuk memilih aliansi investasi sebagai
metode, bukan pendirian pabrik dan fasilitas oleh mereka sendiri, serta manfaat
dan efek sinergi dengan rekan-rekan.
Juga,
perusahaan asing tidak boleh secara sepihak mengeluarkan syarat negosiasi, serta sangat penting untuk
berbicara dengan manajemen dan personil dari perusahaan Jepang dan mengembangkan
lingkungan yang kooperatif bersama-sama. Perusahaan Jepang khususnya memiliki karyawan
yang sangat berkualitas dengan tingkat turn-over yang rendah, namun mereka
memiliki beberapa pengalaman aliansi investasi dan banyak dari karyawan mereka yang
masih tidak terbiasa aliansi investasi dengan perusahaan asing. Sebagai
motivasi terkait dengan pengembangan sinergi, sangat penting dipahami bahwa
komunikasi dilakukan dengan tidak hanya dalam
lingkup manajemen tetapi juga dengan personil umum.
Untuk
tujuan ini, penting tujuan dari aliansi investasi diatur dan dikomunikasikan
dengan rekan-rekan aliansi manajemen Jepang. Diperlukan koomunikasi langsung
dan meyakinkan personil rekan-rekan 'pada tujuan dan niat dari pihak asing
untuk membentuk hubungan jangka panjang. Selain itu, penting untuk terus
mengungkapkan tujuan aliansi investasi di acara-acara seperti rapat dan
pertemuan-pertemuan resmi untuk mencapai saling pengertian karena ini akan
membawa kesuksesan aliansi investasi
b.
Membangun
kepercayaan bersama
Keputusan
untuk membentuk aliansi investasi merupakan tanggung jawab utama bagi kedua
perusahaan sehubungan dengan masa depan perusahaan. Karena itu, kepercayaan
adalah hal yang penting bagi para pihak yang beraliansi dalam investasi
termasuk eksekutif perusahaan untuk menyampaikan dan saling berkmunikasi
mengenai tujuan bersama dari negosiasi tersebut.
Secara
khusus, sehubungan dengan aliansi investasi dengan perusahaan Jepang,
perusahaan-perusahaan Jepang cenderung memilih aliansi investasi dengan
perusahaan yang sudah dipupuk rasa saling percaya. Sebaliknya, membuat proposal
bisnis yang besar, seperti aliansi investasi untuk perusahaan Jepang dengan tingkat
kepercayaan yang kurang dapat menyebabkan hasil yang kontraproduktif. Gaya
negosiasi dengan manajemen Jepang adalah sebuah proses membutuhkan pertimbangan
(yang berbeda dengan negosiasi dengan manajemen di perusahaan-perusahaan barat),
membutuhkan kehati-hatian, pertemuan yang berkali-kali dan waktu yang cukup
lama untuk mencapai keputusan.
Penting
untuk secara melakukan negosiasi secara bertahap dan melaksanakan proses
integrasi sambil mendengarkan pendapat dari mitra Jepang. Jika memungkinkan, akan
lebih baik jika melaksanakan negosiasi dari aliansi investasi dengan mitra
bisnis yang ada (seperti pembeli / pemasok dll).
c.
Memberdayakan
para spesialis yang sudah familiar dengan Jepang
Sinergi
dari aliansi investasi dapat dihasilkan melalui pemahaman perbedaan antara
kebiasaan bisnis dan sistem hukum di Jepang dan luar negeri. Pemahaman tentang
sistem lingkungan bisnis lokal, hukum dan perpajakan sangat penting untuk
negosiasi halus dan PMI dalam aliansi investasi.
Secara
khusus, dalam kasus investasi aliansi negosiasi dengan perusahaan Jepang,
mungkin perlu untuk menyewa profesional dengan pengetahuan hukum Jepang dan
sistem pajak, dan pengalaman dalam melaksanakan negosiasi dalam bahasa Jepang
dan asing.
Untuk
tujuan ini, ketika melakukan aliansi investasi, perlu untuk menetapkan karyawan
in-house dengan pemahaman pasar dan ahli pengetahuan Jepang yang baik untuk
menjadi tim. Jika tidak ada karyawan ahli in-house, maka perlu menggunakan jasa
ahli dari luar yang familiar dengan pasar Jepang ketika melakukan negosiasi
aliansi investasi.
3.
Resiko
Dalam pelaksanaan investment alliance, tentu terdapat resiko
yang perlu diwaspadai. Resiko berikut bisa muncul terkait dengan pelaksanaan
aliansi investasi dengan perusahaan Jepang. Untuk mengurangi resiko ini,
perlu untuk mempertimbangkan prosedur aliansi sesuai dengan keberhasilan faktor
hand in hand.
i.
Obstacles
in investment alliance negotiations
Perusahaan
Jepang biasanya menginginkan retensi manajemen dan personel bersama dengan
nilai penjualan perusahaan yang tinggi. Persyaratan untuk menghasilkan sinergi
yang memenuhi harga pembelian oleh perusahaan asing menghambat pengembangan
tujuan umum, namun negosiasi yang tepat dapat menghadapi kendala ini.
ii.
Internal
confusion within Japanese companies
Karena
banyak mitra aliansi Jepang memiliki karyawan yang tidak mahir dalam
menggunakan bahasa Inggris atau tidak terbiasa untuk berkomunikasi dengan orang
asing, maka, pelaksanaan integrasi tanpa sosialisasi terlebih dahulu dapat
menyebabkan kebingungan dalam perusahaan. Selanjutnya, karyawan dapat menjadi
bingung dengan perubahan yang cepat yang dibuat oleh aliansi investasi, dan
mungkin membangkitkan omset hanya akan dilakukan oleh personil inti yang
memiliki teknologi dan pengetahuan pemasaran yang baik.
iii.
Defect
revealed during the PMI process
Kesalahan
selama proses PMI, yang tidak diketahui sebelum pembentukan aliansi investasi
(seperti rincian perjanjian dengan klien dan kondisi di pabrik) dan dapat
menyebabkan kerugian Karena itu dibutuhkan kepercayaan bersama dan keberadaan
orang yang ahli dalam perkembangan pasar dan pengetahuan yang baik tentang
situasi bisnis Jepang.
4.
Kesimpulan
Keberhasilan SME salah satunya
dapat lihat dari Gross domestic
Product (GDP) Jepang yang bahkan terus mengalami peningkatan. Dari fakta
inilah, maka dapat dipahami bahwa SME di Jepang telah membentuk kerangka
ekonomi Jepang yang dapat berperan aktif dalam revitalisasi ekonomi Jepang. Sehingga
SME ini dijadikan
sebagai tumpuan ketahanan ekonomi domestik yang rentan akibat adanya
praktik-praktik liberalisasi ekonomi
yang diberlakukan oleh
rezim internasional. Maka tak
heran jika pemerintah Jepang memberikan dukungan yang sangat besar bagi SME dengan usaha untuk mempromosikan
kemunculan dan perkembangan SME yang berdinamika, efisien, kompetitif, dan
independen sehingga memiliki kontribusi dalam upaya pemulihan ekonomi dan
peningkatan struktur industri negara.
Upaya pengaturan skema baru dalam
aliansi global antara SME dan perusahaan mid-ranking merupakan salah satu cara
untuk mengembangkan aliansi investasi dengan perusahaan asing. Sebab aliansi
global antara SME dan perusahaan mid-ranking diharapkan dapat
memberikan kontribusi untuk peningkatan ekspansi ke luar negeri dari perusahaan
mid-ranking Jepang dan SME serta
penciptaan lapangan kerja domestik dan revitalisasi ekonomi daerah melalui
peningkatan investasi langsung asing di Jepang.
Mayoritas
SME Jepang adalah mengakui perlunya membentuk aliansi dengan perusahaan asing. Banyak
SME dan perusahaan mid-rangking yang diidentifikasi sebagai kandidat potensial
yang dapat mengembangkan kemitraan penjualan dan kerja sama teknis dengan
perusahaan asing dalam aliansi investasi. Untuk itu pemerintah Jepang
menggerakkan JETRO, IBSC, SMEA dan agen-agen lain untuk mendukung aliansi
investasi SME, perusahaan mid-ranking dan perusahaan asing.
Membangun
investment alliance dengan perusahaan asing memang beresiko, namun, pemerintah
Jepang telah membuat kebijakan-kebijakan dan perubahan aturan untuk memudahkan
pembangunan aliansi. Dengan memperhatikan faktor-faktor kunci yang bisa
menyokong kesuksesan aliansi investasi, resiko tersebut dapat diminimalisir.
DAFTAR PUSTAKA
-----日本の中堅・中小企業のグローバルアライアンスを推進します~外国企業との投資提携を推進する体制を新たに整備します~
(http://www.meti.go.jp/press/2015/09/20150929003/20150929003.html)
--------
Promotion Scheme for Global Alliances for Mid-ranking Companies and SMEs
(http://www.meti.go.jp/english/press/2015/pdf/0929_01a.pdf)
-------- Distribution of
Japanese executives by age and the proportion of owners aged 60+ years. Data
from Teikoku Databank “National CEO Survey”
Dennis
Jr., William J., ‘Entrepreneurship, Small Business and Public Policy Levers’, Journal
of Small Business Management, 49 (2011)
Honjo,
Y., and N. Harada, ‘SME Policy, Financial Structure and Firm Growth: Evidence
from Japan’, Small Business Economics, 27 (2006)
Kitayama,
Toshiya, 'Local Governments and Small and Medium-sized Enterprises,' in Kim et
al. (eds.) (1995) The Japanese Civil Service and Economic Development (Oxford:
Clarendon, 1995)
Lam,
W. Raphael and Jongsoon Shin,, ‘What Role Can Financial Policies Play in
Revitalizing SMEs in Japan?’ (International Monetary Fund, 2012)
Small
Business Research Institute. 'White Paper on Small and Medium-sized Enterprises
in Japan.' (Small and Medium Enterprise Agency, Ministry of Economy, Trade and
Industry, 2011).
Small
Business Research Institute. 'White Paper on Small and Medium-sized Enterprises
in Japan.' (Small and Medium Enterprise Agency, Ministry of Economy, Trade and
Industry, 2012).
Yuhua, Bernadine Zhang. APEC Policy Support Unit
POLICY BRIEF No. 12 March 2015. ‘SME Internationalization and Measurement’.
No comments:
Post a Comment