Akan tarik menarik jika dua kutub yang berbeda
dipertemukan dan akan tolak menolak jika yang bertemu adalah dua kutub yang
sama. Itu magnet. Bukan manusia.
Men are from
mars and women are from venus. Tapi meskipun dari
planet berbeda, entah kenapa laki laki dan perempuan ditakdirkan untuk bersama.
Seperti magnet yang berjodoh antara kutub utara dan selatan. Nyatanya, manusia
bukan magnet. Manusia punya lebih banyak faktor yang memungkinkan mereka untuk
menjadi anomali. Faktanya, mereka bersama meskipun mereka bertetangga di planet
yang sama, di kutub yang sama.
Aku tak pernah sengaja melindungimu, tapi hatiku
yang selalu melakukannya. Pikiranku ingin berhenti mengasihimu, sayangnya
perasaanku membela pihakmu. Mungkin karena perasaanku mengartikan perasaanmu,
bahwa menjadi berbeda itu kadang harus terluka.
Dan hatiku pun terus digerus pedih.
Kau mengayunkan tanganmu di udara dengan jenuh.
Jenuh menanti dering ponsel yang sedari tadi kau pandangi dengan sorot mata
gadis belia yang menanti telepon pencuri hatinya. Dia akan menelepon, begitu
keyakinanmu. Dan kalau dia menelepon, itu tandanya dia sudah sampai di kota
tempat kita duduk saling berdiam sampai jemu sekarang ini.
Sudah tiga bulan berselang setelah duniaku runtuh
sehari. Kau tak tahu, walau kau terus bersamaku dan dunia kita terus
bersinergi. Kau benar benar tak tahu. Berani taruhan. Walaupun dunia kita
bergerak layaknya gear yang bergerak karena gerakan yang lain. Kau tak tahu.
Dan kau tak perlu tahu.
Entah sudah berapa banyak kawan dan karib kerabat
yang mengerutkan kening mereka dengan tajam seolah baru mengendus busuk. Aku
lelah menghitung. Sama seperti lelahnya aku menunggumu mengulurkan benang merah
padaku. Aku tak pernah menyayangkan karena kau tak tahu. Aku pun tak ingin kau
tahu meskipun duniaku terasa runtuh tiap harinya dan harus kutata kembali puing
puingnya.
“Dia ini serius atau main main?” gumammu sambil
mengepalkan tangan di depan mulutmu hingga suaramu terdengar seperti menggeram.
Aku menggeser posisi majalah dari depan wajahku dan memiringkan kepala berusaha
menggodamu seperti menggoda anak SD.
“Dia pasti datang, dia hanya tidak bisa menelepon”
ujarku menghiburmu sekaligus menggerus hatiku sendiri dengan cemburu.
Kau
menatapku setelah tanganmu menyingkirkan majalah dari hadapan mukaku. Kumohon jangan
tatap aku seperti itu. Kau sedang menanti cintamu, aku tahu. Tapi yang kau
cintai bukan aku. Pedihnya, aku belum berhenti mencintaimu. Entah apa namanya,
bodoh atau konyol, aku membiarkan hatiku retak leleh di hadapanmu yang menanti
orang lain yang kau kasihi.
“Terimakasih” kaubilang. Aku menaikkan alis dan kau
menjawab, “untuk selalu berpihak padaku”
Lihat?! Semudah itu aku mengisyaratkan
ketidakmengertianku dan semudah itu pula kau mengartikan bahasa tubuhku. Aku
hanya membalasmu dengan senyum sewajarnya.
“Meskipun mereka juga mengata ngataimu tidak
bermoral, liberal, bebal, tidak berakal” lanjutmu. Entah, mungkin kau lupa
bahwa kau sudah mengatakan itu berkali kali sebagai kekaguman atas kegigihanku,
atau mungkin kekeraskepalaanku. Aku menyentuh tanganmu dan diluar dugaanku, kau
balas menggenggam. Ada hangat menyebar di rongga dadaku. Otakku tak pernah
luput menerjemahkan saat saat seperti ini sebagai kebahagiaan yang sendu dan
tak pernah absen merekam suaramu. Jangankan menatapmu, melirikmu dari sudut
mata sipitku pun menjadi sebuah kenangan di dasar memoriku, menjadi endapan
seperti saat aku minum jamu beras kencur yang sudah lama dituang di gelas tak
diaduk.
Aku mencintaimu, tapi aku tidak pernah berharap kau
tahu.
“Just because
you have different view, it doesn’t mean that they are better than you and able
to discriminate you” gumamku. Kau tersenyum. Senyum yang pernah dikecup
orang selain aku. Matamu menerawang,
seolah melihat arak arakan awan di langit dari balik jendela yang kubelakangi.
Aku lelah mendengar orang orang yang berkasak kusuk
kisuk kisuk tentangmu. Itu benar benar menyakitiku. Bukan apa apa. Aku hanya
merasa seolah ditancapi pasak bumi tiap kali mereka bertanya padaku tentangmu
dan dia. Itu kan namanya mengingatkanku berkali kali. Padahal aku sudah ingin
memendam kenyataan itu. Walaupun aku kerap melihat kenyataan bahwa kalian
bersama, tapi tak perlu mereka ulangi dalam kata kata, frase, kalimat, dan
obrolan, kan?
Perlahan aku mendekat dan berusaha melihat objek
yang sama dengan yang kau lihat dari balkon apartemenmu. Entah kau melihat
gedung gedung dan keramaian jalan raya dibawah sana atau memandang udara atau
mencari titik temu langit dan bumi yang terlihat bersatu di kejauhan sana.
Kau tahu, kau bisa melihat langit dan bumi bertemu
di cakrawala. Kau pun sering melihatnya di laut. Aku juga. Tapi lagi lagi aku
selalu teringat betapa dua planet itu disematkan dalam nama kita sebagai
reminder bahwa kita tak akan bertemu karena kita akan terus berputar di orbit
kita masing masing.
“Kejora.” panggilmu. Aku hanya menggumam lalu
menyorongkan segelas softdrink ke mulutku sendiri.
“Besok kita meeting lho!”
“Aku tahu, Anggoro. Kau jangan galau dong, kan tidak
lucu kalau kau bicara di depan orang orang dengan tema galauisme?”
Haha. Kau tertawa.
Hanya itu yang bisa kukatakan. Pekerjaan kita. Bukan
perasaanku padamu. Bukan betapa sulitnya usahaku menerimamu sebagai ‘hanya
teman’ dua tahun terakhir ini. Bukan betapa rumitnya perasaanku yang sudah
menjadi gumpalan benang kusut yang tak bisa kuurai lagi.
Dan ketika bel apartemenmu berbunyi, aku tahu apa
yang harus kulakukan karena kau sudah mendapatkan apa yang kaunanti nanti. Kau
beranjak. Aku tetap disini. Di balkon. Bergerak lambat lambat mendapatkan
laptopmu untuk melepas flashdisk yang masih tersemat disitu.
“Data data sudah kucopy ke folder biasa, ya” kataku
mengingatkan.
Aku menyelipkan juntaian rambut ke daun telingaku
dan berpura pura mengecek ponsel ketika tangan kalian saling bertautan setelah
pintu kembali tertutup.
“Hi
Kejora, it’s been a while...”
kudengar kekasihmu menyapaku setelah melepas ciuman kalian. Mendadak aku kehabisan
oksigen.
“Hai Tonny!” kutarik kedua ujung bibirku kesamping.
Semoga senyumanku tak terlihat palsu.
Selasa, 01 Oktober 2013
09: 55
Malang
Ah, bagus... ga ketebak. ga nyangka bgt kalo gay sbelum adegan ciuman diakhir cerita. Sukaaaa.... ^^
ReplyDelete