Wednesday, November 4, 2015

Balada Si Bungsu di Depan Tungku

dan lihatlah ketika upik melempar sapu pada buyung. ada api keemasan pecah di mata upik yang semburat menghujam wajah bapak. bapak pergi. buyung ikut. upik sendiri.

upik seorang diri tak sadar telah dijawil jeritan kelelawar yang menggelepar di tikar pandan usang yang siap menjadi panggung penghabisan nyawa. malang nian, kelelawar digoda maut. entah sejak kapan. barang kali sejak memaksakan diri terbang, sayangnya dia cuma kuasa melompat lompat, walau tak pernah lebih dari sejengkal.

mata upik terpejam, mengumpulkan dendam. dia ingin meredam dendam dengan menyuburkan mimpi indah: padang rumput hijau, sapi sapi gemuk, sumur berlimpah air, pohon pohon raksasa yang rindang tempatnya berteduh dan mengintip hujan sambil menari dengan tubuh ringkih yang basah. namun upik hanya melihat sesuatu sekarat satu hasta di depannya.

barangkali upik tak pernah menyenangkan siapapun dengan kemilau dari hitam tubuhnya meski dia punya api dan emas di tiap persendiannya. ingin dia mandikan sekujur tubuhnya dengan kidung sunyi yang khidmat sambil menguping gurauan angin tentang dimanakah letak upik di belantara dunia. upik tak ingin berdusta dengan gemulai malu malu dan santun yang terburu buru. upik tak mau selamanya membersihkan sisa sisa bumbu di piring buyung dan bapak, hanya karena dia punya payudara dibalik baju.

jeritan kelelawar makin manja, mulut kecil bertaring yang merengek pada maut, entah dimanapun dia berada. upik ingin menggarami sayap kelelawar yang berlendir. luka. ia ingin merayu maut tanpa peduli maut mencampakkannya. ia ingin menentukan. ia akan mengatur. ia mau menghukum. ia punya kuasa menyudahi yang ingin dia akhiri. “biar kubantu melepaskan pedihmu.” setiap jengkal tubuhnya bersabda sambil menghalau dingin di depan tungku.

bara merah menyeringai, lalu menarikan geliat api ketika upik merunduk meniup. kelelawar menggelepar. berjingkat. mengejang tanpa perlu menjerit. dalam kedip mata upik yang kesekian, sekarat itu berlalu meninggalkan aroma abu.

malam ini upik membunuh dalam dahaga tahta dan puja yang menggelantung di pundaknya yang lebam ungu.

2011 

No comments:

Post a Comment